Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati target penerimaan perpajakan 2022. Anggota Badan Anggaran DPR RI sekaligus fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Bobby Adhityo Rizaldi membacakan, target penerimaan perpajakan pada tahun depan sebesar Rp 1.510 triliun.
Jumlah ini bahkan lebih tinggi Rp 3,1 triliun dari target perpajakan yang diusulkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 yang sebesar Rp 1.506,9 triliun.
Dalam dokumen yang diterima Kontan.co.id, di situ terlihat salah satu alasan peningkatan outlook penerimaan perpajakan tahun depan bersumber dari peningkatan outlook penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca Juga: Kemenperin memantau perusahaan manufaktur yang beroperasi 100% saat masa PPKM
Otoritas legislatif dan eksekutif menyepakati penerimaan dari PPN tahun depan sebesar Rp 554,84 triliun, atau meningkat dari usulan dalam RAPBN 2022 yang sebesar Rp 552,30 triliun.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, target penerimaan pajak di tahun depan tersebut bisa dicapai. Bahkan, penerimaan dari PPN juga bisa menjadi salah satu sumber penerimaan.
Namun, ia mewanti-wanti, perkiraan ini harus didukung dengan progres pemulihan ekonomi tetap berjalan.
Baca Juga: Ini 8 poin krusial yang disorot Fraksi PKS dalam RUU KUP
“Awalnya pesimis, bahkan dengan kinerja 2021. Namun, dengan melihat capaian pada saat PPKM ketat, terutama di bulan Agustus 2021 penerimaan PPN dan PPnBM malah naik, ini memberikan harapan,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (28/9).
Fajry menambahkan, peningkatan PPN di tahun depan bersumber dari adanya perubahan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) yang hingga saat ini masih dibahas dengan DPR RI.
Selain itu, Fajry juga optimistis ada peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan pemulihan ekonomi nasional sehingga permintaan akan meningkat.
Selanjutnya: Serapan dana PEN klaster kesehatan lamban, ekonom iQCngatkan hal ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News