Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir melewati penghujung kuartal III 2021, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), khususnya di klaster kesehatan masih lamban.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, hingga 24 September 2021, realisasi di klaster ini baru mencapai Rp 100,5 triliun.
Ini bahkan belum capai setengah dari pagu anggaran yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 214,96 triliun. Alias lebih tepatnya, baru terealisasi 46,8% dari pagu.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, serapan anggaran PEN kesehatan yang rendah ini membawa risiko ke depan.
Baca Juga: Banggar DPR RI setujui anggaran belanja 2022 sebesar Rp 2.714,16 triliun
“Ini bisa mengurangi kesiapan dalam penanganan Covid-19, meski sekarang kasusnya sudah turun, tetapi kita tetap butuh anggaran dan tetap harus dijalankan,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (28/9).
Bhima menambahkan, meski kasus melandai, justru inilah saatnya pemerintah menggunakan anggaran tersebut untuk penanganan kesehatan yang lain, seperti percepatan vaksinasi untuk mencapai herd immunity dan bisa meminimalisir lonjakan kasus gelombang berikutnya.
Bhima juga menyoroti terkait insentif tenaga kesehatan yang turun. Namun, ia paham bahwa ini karena kasus harian yang melandai. Hanya, baiknya pemerintah bisa menggunakan anggaran ini untuk melakukan hal lain seperti perbaikan fasilitas kesehatan.
Selain itu, tidak terserapnya anggaran dengan baik akan meningkatkan SILPA, dengan kata lain ini bisa mubazir. Pasalnya, pemerintah sudah menggembor-gemborkan realokasi anggaran dan refokusing untuk kesehatan, bahkan menerbitkan utang untuk penanganan kesehatan.
“Jadinya ini malah kurang nendang, kurang optimal dalam memulihkan sektor kesehatan dan implikasinya pada pemulihan ekonomi yang bisa tidak maksimal,” tandasnya.
Selanjutnya: Antisipasi lonjakan kasus Covid-19, Kemkes masih siagakan 4.300 relawan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News