CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.864   -4,00   -0,03%
  • IDX 7.156   -58,36   -0,81%
  • KOMPAS100 1.093   -9,52   -0,86%
  • LQ45 871   -4,28   -0,49%
  • ISSI 216   -2,39   -1,10%
  • IDX30 447   -1,61   -0,36%
  • IDXHIDIV20 540   -0,03   -0,01%
  • IDX80 125   -1,02   -0,81%
  • IDXV30 136   0,09   0,07%
  • IDXQ30 149   -0,27   -0,18%

Penerimaan pajak 2020 diyakini akan tumbuh, sederet tantangan ini masih menghantui


Minggu, 05 Januari 2020 / 11:39 WIB
Penerimaan pajak 2020 diyakini akan tumbuh, sederet tantangan ini masih menghantui
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

Di sisi lain, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijkana Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan menyebutkan salah satu strategi pemerintah di tahun ini adalah menyasar pada basis pajak baru di ekonomi digital. Kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Ekonomi atau Omnibus Law Perpajakan.

“Untuk pengenaan PPN barang/jasa yang masuk ke suatu negara melalui e-commerce, termasuk Indonesia, sudah menjadi kesepahaman bersama. Jadi boleh dikenakan PPN, prinsipnya destination principle di luar daerah kepabean sebagaimana diusulkan dalam Omnibus Law Perpajakan.” kata Rofyanto kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/1).

Rofyanto bilang pengenaan PPN berdasarkan nilai transaksi misalnya 10% dari nilai transaksi, relatif lebih mudah dalam penerapan dan penghitungannya. Namun, pengenaan PPh atas perusahaan digital, pemerintah masih menunggu konsensus global.

Baca Juga: Tingkat kepatuhan pajak naik, cuma masih di bawah target

Sedangkan upaya konsensus global yang digagas The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah pengenaan pajak penghasilan berdasarkan profit distribution dan Significant Economic Presence (SEP). 

“Ini kompleks perhitungannya, formulanya harus disepakati bersama perlu mengacu prinsip-prinsip pemajakan yang fairness, tidak diskriminasi, dan transparan,” papar Rofyanto.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai ekonomi digital memang jadi sasaran empuk. Namun, bila menunggu Omnibus Law Perpajakan akan makan waktu. Sebab hitung-hitungan pemerintah saja implementasi RUU tersebut di akhir 2020 bahkan awal 2021.

Lantas, Prastowo menilai tantangan pemerintah saat ini harus menyusun policy yang tepat tanpa mengganggu iklim bisnis ekonomi digital khususnya e-commerce yang tengah berkembang. Contohnya mewajibkan pelapak untuk registrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ini sembari menunggu skema besar pemajakan ekonomi digital dari OECD.

“Pemerintah secepatnya mengeluarkan aturan soal digital ekonomi. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Pemajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sudah dicabut, Janji pemerintah di-capture aturannya, tapi sampai saat ini belum ada jangan hanya wacana,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Jumat (3/1). 



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×