kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.679.000   7.000   0,42%
  • USD/IDR 16.529   56,00   0,34%
  • IDX 6.474   203,75   3,25%
  • KOMPAS100 940   32,80   3,62%
  • LQ45 730   26,30   3,74%
  • ISSI 201   4,70   2,39%
  • IDX30 379   14,00   3,84%
  • IDXHIDIV20 459   13,75   3,09%
  • IDX80 106   3,43   3,33%
  • IDXV30 110   2,32   2,15%
  • IDXQ30 124   4,17   3,47%

Penerbitan SBN Perumahan Berisiko dan Tidak Mendesak, Ekonom Ungkap Penyebabnya


Minggu, 02 Maret 2025 / 16:15 WIB
Penerbitan SBN Perumahan Berisiko dan Tidak Mendesak, Ekonom Ungkap Penyebabnya
ILUSTRASI. Perumahan baru di Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (6/1/2024). Rencana pemerintah untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) guna membiayai program pembangunan tiga juta rumah menuai kritik.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) guna membiayai program pembangunan tiga juta rumah menuai kritik.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai bahwa kebijakan tersebut tidak mendesak dan justru dapat meningkatkan risiko bubble properti, khususnya di sektor perumahan kelas menengah ke bawah.

Ia memandang kondisi fiskal yang semakin ketat di tengah kebijakan penghematan anggaran membuat pemerintah harus mencari sumber alternatif untuk membiayai program-program ambisius, seperti melalui penerbitan utang baru.

Baca Juga: Ekonom Ungkap Ini yang Terjadi Jika Danantara Masuk ke Stritex dan GNI

"Jadi mau tidak mau kalau harus memaksakan tiga juga rumah dalam lima tahun ke depan ya harus setiap tahun menambah utang," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Minggu (3/2).

Hanya saja, ia mempertanyakan urgensi program tersebut dan menyatakan bahwa saat ini daya beli masyarakat masih menjadi persoalan utama.

Ronny menegaskan, pembangunan perumahan dalam jumlah besar tidak akan menyelesaikan masalah utama yaitu rendahnya daya beli masyarakat.

Ia khawatir bahwa kebijakan tersebut dapat berujung pada bubble properti, seperti yang terjadi dalam krisis finansial global di Amerika Serikat (AS) akibat subprime mortgage.

Lebih lanjut, Ronny menjelaskan bahwa meskipun surat utang negara kemungkinan tetap diminati investor karena profil risiko utang Indonesia masih tergolong rendah, ia lebih melihat aspek pengunaan utang tersebut.

Baca Juga: Keyakinan Konsumen Menurun pada Oktober 2024, Ekonom Ungkap Penyebabnya

"Backlog perumahan memang tinggi, tapi itu karena daya beli kita (rendah)," katanya.

Ia juga menyoroti kemungkinan intervensi Bank Indonesia (BI) dalam mendukung program ini, misalnya dengan menurunkan suku bunga acuan sehingga bunga KPR menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Namun, ia mengingatkan bahwa hal ini dapat mengurangi independensi BI.

"Jadi BI agak susah memang kalau kondisinya seperti hari ini dengan karakter pemerintah yang ambisinya untuk mengintervensi itu sangat besar. Pada ujungnya akan memaksa BI untuk ikut terlibat," terang Ronny.

Selanjutnya: Bank BRI Berikan Fasilitas Kredit Kepada Indonesia Infrastructure Finance (IIF)

Menarik Dibaca: Jadwal Buka Puasa 2 Maret 2025 untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×