Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah siap mengimplementasikan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendorong perekonomian Indonesia yang terpukul sebagai akibat dari pandemi virus Corona.
Program PEN ini, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Kuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beleid ini disahkan pada 11 Mei 2020.
Melalui aturan tersebut, pemerintah dapat melakukan penempatan dana kepada perbankan yang bertujuan untuk memberi dukungan likuiditas.
Baca Juga: Dorong ekonomi, pemerintah siapkan Rp 125 triliun untuk kredit modal kerja bagi UMKM
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu, dukungan likuiditas ini hanya akan diberikan kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit modal kerja.
"Ini kan sangat banyak bank-nya, karena itu pemerintah harus mengutamakan bagaimana agar metodenya bisa sesimpel mungkin dan menghindari moral hazard. Di dalam konteks ini, pemerintah berkonsultasi sangat erat dengan OJK dan juga Bank Indonesia (BI)," ujar Febrio di dalam telekonferensi, Rabu (13/5).
Namun demikian, Febrio menegaskan bahwa penempatan dana ke perbankan ini dilakukan pemerintah untuk membantu nasabah dan bukan dalam rangka menyehatkan perbankan yang memiliki masalah likuiditas.
Artinya, pemerintah hanya akan melakukan penematan dana pada bank yang sehat saja.
Baca Juga: Begini rincian stimulus kredit UMKM dari pemerintah dalam program pemulihan ekonomi
Ia melanjutkan, di dalam penempatan dana ini peran perbankan terbagi menjadi dua, yaitu bank peserta dan bank pelaksana. Adapun kriteria dari bank peserta ini adalah bank umum Indonesia, sehat, termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar yang ditetapkan Menteri Keuangan berdasarkan informasi dari OJK.
Sehat di sini diartikan bahwa bank diharuskan memiliki Surat Berharga Negara (SBN), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sukuk Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum di-repo-kan tidak lebih dari 6% dari Dana Pihak Ketiga (DPK).