Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komitmen utang luar negeri bejibun. Sayang banyak yang mubazir lantaran penyerapan masih rendah.
Tahun lalu misalnya, penarikan utang luar negeri Indonesia cuma sebanyak Rp 49,6 triliun atau 70% dari jatah sebesar Rp 70,87 triliun. Perinciannya, pinjaman program terserap Rp 29,05 triliun (98% dari pagu) dan pinjaman proyek cuma Rp 20,5 triliun atau 50% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2010. "Untuk pinjaman proyek memang masih jauh dari target," ungkap Rahmat Waluyanto, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, kemarin (12/1).
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, penarikan pinjaman proyek jauh meleset karena progress proyek infrastruktur pemerintah tak sesuai harapan. Ini terjadi akibat perencanaan yang kurang matang.
Bahkan ada proyek yang akhirnya mandek di tengah jalan. "Kalau proyek tidak bisa dilanjutkan, kami membatalkan pinjaman," tutur mantan Direktur Utama Bank Mandiri tersebut.
Rahmat menambahkan, berdasarkan evaluasi, ternyata banyak proyek dengan pendanaan utang luar negeri yang sebetulnya belum siap digarap. Dus, proyek yang menurut evaluasi itu tidak mengalami kemajuan berarti serta proyek yang persiapannya asal-asalan, langsung dibatalkan dan distop utangnya.
Nah, agar pengalaman tak terulang lagi, tahun ini pemerintah akan lebih matang lagi merencanakan proyek dengan pembiayaan utang luar negeri. "Kami sudah melakukan evaluasi agar sebuah proyek bisa menyerap dan selesai pada waktunya," imbuhnya.
Menurut Rahmat, kendala yang kerap mengganjal proyek pemerintah yang dibiayai utang luar negeri adalah soal pembebasan lahan. Tahun ini rencananya pemerintah akan menarik pinjaman luar negeri sebanyak Rp 58,9 triliun. Terdiri dari pinjaman proyek senilai Rp 39,1 triliun dan pinjaman program Rp 19,8 triliun.
RUU pembebasan lahan
Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menyayangkan rendahnya angka realisasi penarikan pinjaman luar negeri tersebut. Sebab, pemerintah sudah terlanjur membayar biaya komitmen (commitment fee), meskipun pinjaman tersebut tidak dicairkan.
Dia menyarankan, seharusnya pemerintah bisa menghitung lebih cermat dan menimbang masak-masak lebih dahulu sebelum merilis sebuah proyek. "Jika tidak terserap dengan baik sangat disayangkan," kata Purbaya.
Agar soal pembebasan lahan tak lagi menjadi batu sandungan, Purbaya berharap pemerintah segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembebasan Lahan. Dengan payung hukum tersebut, harapannya realisasi pinjaman proyek tahun ini bisa lebih maksimal dan tidak ada proyek yang dibatalkan. "Soal pembebasan lahan ini menjadi kendala klasik sejak tahun 1998 silam," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News