Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pro-Kontra penambahan nomenklatur menteri di transisi pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka semakin santer. Wacana revisi Undang-Undang (UU) pun jadi sorotan publik.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai penambahan nomenklatur kementerian merupakan hak prerogratif presiden terpilih, sehingga revisi UU dirasa tak perlu dilakukan.
“Itu hak prerogratif presiden untuk menambahkan, seringkali presiden itu mengubah-ubah nomenklatur misalnya dulu kementerian perdagangan dan kementerian perindustrian dipisah, sekarang mau dijadikan satu, ya boleh saja, nggak perlu merevisi UU,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (10/5).
Baca Juga: JK Sentil Prabowo yang Berniat Tambah Jumlah Kementerian Menjadi Lebih 40
Trubus mengatakan, dari kaca mata hukum memang diperlukan revisi, namun yang perlu dingat UU itu bersifat jangka panjang sehingga ketika melakukan pengurangan maupun penambahan tidak mungkin berulang kali merevisi UU.
“Misalnya mau memisahkan antara kementerian pendidikan, kementerian kebudayaan itu hak prerogratif presiden mau menambah itu, apakah itu perlu perubahan UU? saya rasa nggak, cukup dengan Perpres saja,” katanya.
Trubus menyebutkan, terdapat dampak positf dan negatif dari wacana penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40. Dampak positifnya, pertama banyak kebijakan yang bisa dijalankan dengan fokus dan pelayanan menjadi lebih cepat.
“Kedua, jelas penambahan kementerian itu akan membuat partai koalisi adem, karena partai-partai itu inginnya kekuasaan jadi kalau sudah dikasih kursi mereka diem kalau nggak ribut mulu mereka,” terangnya.
Baca Juga: Tanggal 9 dan 10 Mei 2024 Tanggal Merah Apa? Simak Penjelasannya
Dia mencontohkan, berkaca dari dua kali pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana periode pertama partai kerap kali ribut-ribut sehingga banyak kebijakan yang tidak jalan.
“Setelah periode kedua koalisi masuk semua sehingga kebijakan jalan seperti IKN karena gak ada ribut lagi, kereta cepat jadi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, dampak negatif dari penambahan nomenklatur kementerian yakni pembengkakan keuangan negera atau pemborosan anggaran.
“Selain itu, presiden sulit mengkonsolidasikan karena terlalu gemuk, kecuali penambahannya itu presiden mengangkat orang-orang profesional,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan wacana penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40 pada kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran harus dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Baca Juga: Jokowi Tetapkan 14 PSN Baru, Nilai Investasi Mencapai Rp 466 Triliun
“Sesuai UU 39/2008 tentang Kementerian Negara, telah diatur mengenai jumlah bidang kementerian pada pasal 12,13 dan 14, disebutkan paling banyak 34 kementerian dengan rincian 4 menteri koordinator, 30 menteri bidang,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News