Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mengambil dua langkah besar di sektor jaminan sosial, yakni menghapus tunggakan iuran peserta dan membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan pada 2026, menuai sorotan dari kalangan ekonom.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan tersebut sebagai pedang bermata dua.
Menurutnya, langkah ini memang sangat populis dan membantu masyarakat, namun di sisi lain berpotensi menekan kesehatan finansial BPJS Kesehatan.
Wijayanto menjelaskan, meningkatnya tunggakan iuran peserta mandiri tidak disebabkan oleh satu faktor saja. Ia menilai, ada dua akar persoalan yang perlu dibenahi bersamaan agar masalah serupa tidak terus berulang.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Sebut Penghapusan Tunggakan Iuran untuk 2 Tahun ke Belakang
“Menurut analisa saya, ada dua sebab, daya beli masyarakat yang sedang turun serta isu governance di mana masyarakat tidak mempunyai disiplin membayar,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Jumat (24/10).
Terkait wacana pemutihan tunggakan, Wijayanto menilai ide tersebut cukup baik, meski berimplikasi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Penghapusan tunggakan adalah ide bagus, artinya Pemerintah akan membayar Rp 20 triliun ke BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Sementara itu, pembatalan kenaikan tarif pada 2026 dinilai sebagai kabar baik bagi masyarakat di tengah melemahnya daya beli. Namun, Wijayanto menegaskan, kebijakan ini bisa menjadi beban tambahan bagi BPJS Kesehatan.
“Ini bagus dari sisi masyarakat, tetapi berat bagi keuangan BPJS,” katanya.
Baca Juga: Pemerintah Tunda Kenaikan Iuran, Risiko Defisit BPJS Kesehatan Mengintai
Ia memperkirakan, BPJS Kesehatan akan memerlukan tambahan dana dari pemerintah untuk menjaga arus kas dan kelancaran operasional. Meski begitu, dana Rp 20 triliun dari kebijakan pemutihan tunggakan dinilai bisa menjadi bantalan yang cukup.
“Terkait operasional 2026, dana Rp 20 triliun dari pemerintah rasanya cukup untuk bisa membantu keuangan BPJS Kesehatan,” pungkas Wijayanto.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa anggaran Rp 20 triliun tersebut berada di luar rencana penghapusan tunggakan peserta.
“Setahu saya anggaran Rp 20 triliun terpisah dengan penghapusan tunggakan,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (23/10/2025).
Meski tanpa kenaikan tarif, Ghufron memastikan pelayanan BPJS Kesehatan akan tetap meningkat di tahun depan. Ia menyebutkan beberapa strategi yang disiapkan untuk menjaga kualitas layanan pada 2026.
Baca Juga: Fokus Pulihkan Ekonomi, Menkeu Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Naik Tahun Depan
Pertama, kualitas layanan akan terus ditingkatkan dibandingkan masa awal peluncuran BPJS Kesehatan.
Kedua, program kendali biaya dan kendali mutu akan diperkuat dengan berbagai pendekatan, termasuk pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Ketiga, kita berharap layanan kesehatan akan lebih baik dibanding sekarang atau sebelumnya,” imbuh Ghufron.
Selanjutnya: PLN dan Perusahaan Multi Bisnis Brasil Teken MoU untuk Kembangkan PLTA di Indonesia
Menarik Dibaca: Mau Rumah Tampak Mewah Tanpa Repot? Coba Gunakan Sintered Stone
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












