Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap fokus untuk mempelajari, berdiskusi terkait tantangan ekonomi dan kebijakannya dengan para ekonom dari seluruh dunia dalam kegiatan International Economic Association (IEA).
Pada 2021, 19th World Congress of the IEA yang telah berusia 71 tahun ini mengusung tema “Equity, Sustainability and Prosperity in a Fractured World” dan diselenggarakan secara daring dengan Kementerian Keuangan menjadi tuan rumahnya.
Dalam kegiatan ini, para ekonom dari seluruh dunia akan membahas tantangan ekonomi mulai dari krisis ekonomi global sebagai dampak dari pandemi Covid-19, hingga kelestarian lingkungan.
Baca Juga: Indonesia jadi tuan rumah konferensi akademis bidang ekonomi terbesar dunia
Pandemi Covid-19 yang hingga kini telah merenggut lebih dari 3,9 juta nyawa di seluruh dunia menjadi tantangan utama yang menyebabkan pemulihan ekonomi yang tidak merata, menghambat pertumbuhan ekonomi dunia, kesetaraan, keberlanjutan dan kemakmuran di dalam dan antar negara.
“Kita harus waspada karena perkembangan saat ini menunjukkan adanya peningkatan pesat di negara-negara dengan vaksinasi yang rendah akibat tingginya tingkat penularan varian Delta, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu kita semua harus bertindak cepat untuk menanganinya”, ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (2/7)
Terkait penanganan eskalasi kasus Covid-19, Menkeu menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan masyarakat sipil, komunitas bisnis dan pemerintah daerah dalam mengakselerasi vaksinasi yang saat ini telah mencapai lebih dari 1 juta dosis per hari.
Hal ini dilakukan karena vaksinasi adalah upaya paling penting dalam menangani pandemi covid-19. Selain vaksinasi, Pemerintah juga akan menerapkan PPKM darurat yang menunjukkan bahwa situasi saat ini sangat menantang untuk dapat dikendalikan.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah proses vaksinasi di seluruh dunia, Manufaktur PMI Dunia mulai menunjukkan tren positif yang mencapai rekor tertinggi 11 tahun di 56,0 pada Mei 2021. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan (domestik dan ekspor) termasuk produksi.
Di tengah pulihnya perdagangan global, Indonesia tetap akan melakukan antisipasi atas gangguan pasokan bersama kenaikan harga yang mendorong inflasi lebih tinggi di banyak negara yang menciptakan perubahan arah kebijakan terutama di Amerika Serikat.
Pada bulan Mei 2021, indeks PMI Indonesia telah mencatat rekor tertinggi dan saat ini berada di zona ekspansif selama delapan bulan berturut-turut dengan kenaikan signifikan di konsumsi listrik untuk bisnis dan industri.
Selain vaksinasi, pemerintah juga melanjutkan upaya mempromosikan reformasi fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. “Saat krisis ini kita akan melanjutkan reformasi, bersama DPR, kami juga membahas bagaimana cara meningkatkan iklim investasi dan perdagangan dengan lebih efektif," ujar Menkeu.
Dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diharapkan melancarkan peraturan-peraturan yang meningkatkan cost of doing business di Indonesia. Selain itu, reformasi pajak tetap dibutuhkan. Kata Menkeu, Indonesia butuh pondasi yang lebih kuat dan terus tumbuh dengan berkelanjutan.
"Kita juga melakukan reformasi sektor SDM untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Saat krisis, ini kesempatan penting bagi negara manapun untuk terus lanjut melakukan reformasi, jadi negara tersebut akan bisa membangun pondasi yang lebih kuat, pasca krisis. Oleh karena itu pada tahun 2022, APBN ditujukan untuk memperkuat pemulihan dan melanjutkan reformasi struktural serta konsolidasi fiskal dengan defisit fiskal sekitar 4,5%1-4,85% terhadap PDB," kata Menkeu
Pemulihan dari krisis ekonomi akibat pandemi covid-19, bertepatan dengan waktu penting dalam memitigasi perubahan iklim. Saat ini Indonesia menargetkan penurunan emisi 29% tanpa dukungan internasional dan 41% dengan dukungan internasional di tahun 2030.
Pemerintah Indonesia juga sedang dalam proses perumusan peraturan untuk penetapan harga karbon dengan mengangkat prinsip kehati-hatian melalui belajar dari negara lain.
Indonesia sebagai Ketua Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Atasi Perubahan Iklim akan mendorong negara maju untuk bersama-sama memobilisasi pembiayan, mengalihkan pengetahuan dan teknologi kepada negara berkembang sebagai salah satu agenda dalam mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga: Menkeu berharap kongres IEA menjadi ajang diskusi perkembangan ekonomi
Isu perubahan iklim yang dibahas dalam kegiatan IEA serta forum Koalisi Menteri Keuangan Dunia, juga akan dibahas dalam salah satu agenda di G20. Saat ini Indonesia sudah tergabung dalam Troika G20 untuk menyambut posisi Presidensi (tuan rumah) pada kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di tahun 2022 mendatang.
Tema presidensi G20 Indonesia akan mengasumsikan bahwa tahun 2022 adalah tahun kritis untuk mengamankan pemulihan ekonomi global menuju pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusi. Presidensi G20 Indonesia akan menekankan peran G20 dalam memastikan bahwa semua ekonomi dapat pulih bersama dan berinvestasi untuk masa depan yang lebih kuat.
Hal ini diterjemahkan ke dalam tiga pilar strategis sebagai landasan untuk menyusun Agenda G20 tahun 2022, yaitu (i) Mempromosikan Produktivitas, (ii) Meningkatkan Ketahanan dan Stabilitas, dan (iii) Memastikan Pertumbuhan yang Berkelanjutan dan Inklusif.
Indonesia berkomitmen untuk terlibat aktif dalam kerja sama G20 dengan mitra internasional terkait dalam mengatasi pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News