Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. WFT (22), seorang pria sekaligus pemilik akun X Bjorka, yang ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, mengeklaim meretas 4,9 juta akun database nasabah salah satu bank swasta di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan pelapor dari pihak bank yang membuat laporan polisi (LP) di Polda Metro Jaya dengan nomor LP / B / 2541 / IV / 2025 / SPKT / POLDA METRO JAYA, tertanggal 17 April 2025.
“Sekitar Februari (2025), pelaku menggunakan akun X yang mengatasnamakan @bjorkanesiaaa itu memposting dengan tampilan salah satu akun nasabah bank swasta,” kata Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon dalam jumpa pers, Kamis (2/10/2025).
“Dan mengirimkan pesan juga ke akun resmi bank tersebut dan mengeklaim bahwa sudah melakukan hack kepada 4,9 juta akun database nasabah,” tegas dia.
Baca Juga: Korban Peretasan Akun Sekuritas dan Pembobolan RDN Makin Banyak Buka Suara
Herman mengungkapkan, motif WFT mengunggah konten tersebut adalah untuk memeras bank swasta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik Subdit IV Direktorat Reserse Siber menemukan beberapa fakta setelah mengecek sejumlah barang bukti.
“Bahwa yang bersangkutan ini sudah melakukan aktivitas di media sosial dan mengaku sebagai Bjorka sejak tahun 2020,” tegas Herman.
Pelaku juga memiliki akun di dark forum dengan nama Bjorka.
Pada 5 Februari 2025, akun dark forum milik WFT menjadi sorotan publik, sehingga ia mengganti nama akun tersebut menjadi SkyWave.
“Setelah dia mengganti (SkyWave), kemudian pelaku melakukan posting terhadap contoh-contoh atau sampel tampilan akses perbankan atau mobile banking salah satu nasabah bank swasta,” tegas dia.
“Kemudian setelah itu di bulan Februari juga pelaku mengupload-nya melalui akun X yang bernama @bjorkanesiaa. Setelah itu dia akan mengirim pesan kepada bank yang dimaksud dengan niat untuk melakukan pemerasan,” tambah dia.
Baca Juga: KPK Tetapkan 21 Tersangka Kasus Dugaan Suap Pengurusan Dana Hibah Jatim
Pada Maret 2025, WFT melalui Telegram telah mengunggah ulang data yang dia peroleh.
Hal ini memperkuat dugaan pelaku memiliki jaringan dan keterkaitan dengan forum-forum jual beli data secara ilegal.
Berdasarkan pengakuan pelaku, ia memperoleh sejumlah data, termasuk data perbankan, data perusahaan kesehatan, serta data perusahaan swasta di Indonesia.
Pelaku mengeklaim telah memperjualbelikan data tersebut melalui berbagai akun media sosial seperti Facebook, TikTok, hingga Instagram dengan nama serupa.
“Dari hasil penjualan tersebut, pelaku menerima pembayaran melalui akun-akun kripto yang dimiliki oleh pelaku dan secara rutin pelaku ini juga selalu mengganti,” ungkap dia.
“Jadi, setelah akun tersebut di-suspend, maka dia akan selalu mengganti dengan akun-akun yang baru dan menggunakan email yang baru,” tambah dia Herman.
Baca Juga: KPK: Eks Dirut PGN Hendi Prio Diduga Terima Uang S$500.000 Dalam Kasus Jual Beli Gas
Sejauh ini penyidik Subdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya masih mendalami dari mana asal data-data yang dimiliki oleh WFT.
Dalam kesempatan serupa, Wakil Direktur Reserse Siber AKBP Fian Yunus menekankan bahwa WFT telah berselancar di dark web sejak 2020.
Fian menjelaskan bahwa di dark web, sejumlah akun anonim menjual berbagai jenis data, termasuk data pribadi hasil peretasan dan serangan ransomware.
Namun, aparat penegak hukum internasional seperti Interpol, FBI, serta kepolisian Prancis dan Amerika Serikat menutup platform dark web yang digunakan WFT.
“Sehingga si pelaku ini akan lompat dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web yang lain. Tetapi perangkat bukti digital yang kita temukan itu masih tersimpan di dalam perangkat-perangkat tersebut dalam bentuk jejak digital,” ujar Fian.
“Nah untuk yang sekarang kita bisa melihat secara kasat mata, pelaku ini aktif di dark forum, namanya darkforum.st itu sejak Desember 2024 dengan nama Bjorka,” tambah Fian.
Pada bulan yang sama, WFT mengganti nama menjadi SkyWave.
Baca Juga: Berkas Perkara Sembilan Tersangka Korupsi Minyak Pertamina Dilimpahkan ke Pengadilan
Selanjutnya, pada Maret 2025 ia kembali mengubah nama menjadi Shinyhunter, dan pada Agustus 2025 berganti lagi menjadi Opposite 6890.
“Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama-perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya email atau nomor telepon atau apapun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak,” ungkap Fian.
Menurut Fian, WFT merupakan common enemy atau musuh bersama penyidik dari berbagai belahan dunia.
Tidak menutup kemungkinan, pelaku tengah diburu oleh kepolisian negara lain.
“Sehingga tidak menutup kemungkinan kita akan membuka ruang untuk adanya sharing informasi dengan kepolisian negara lain,” tegas dia.
Saat ditanya apakah WFT merupakan Bjorka yang memang sempat menghebohkan Indonesia dan dicari-cari oleh kepolisian, Fian belum bisa memastikannya.
“Yang Opposite, ya mungkin. Karena di internet, everybody can be anybody. Jadi itu masih dalam penyelidikan,” tegas Fian.
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 46 juncto Pasal 30, dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32, dan/atau Pasal 51 Ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 12 miliar.
Selain itu, pelaku dijerat Pasal 65 ayat (1) juncto Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Selanjutnya: Persaingan Bisnis Semakin Ketat, Inovasi Menjadi Kunci Menarik Konsumen
Menarik Dibaca: Jadi Tren, Ini 6 Manfaat Olahraga Padel untuk Wanita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News