Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Sejumlah kebijakan ekonomi yang diumumkan pemerintah untuk mengompensasi kenaikan tarif PPN 12% kembali menuai kritik.
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memandang, beberapa insentif yang dipaparkan disebut tidak relevan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan lebih banyak menguntungkan kelompok ekonomi menengah atas.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Iskandar, banyak dari paket kebijakan yang sebenarnya bukanlah hal baru dan sudah berjalan, seperti stimulus untuk UMKM dan insentif untuk sektor otomotif.
Namun, skema bantuan tersebut dianggap tidak inklusif dan tidak dirancang untuk mencakup masyarakat bawah.
Baca Juga: Pemerintah Klaim PPN 12% Tidak Berdampak Inflasi, Ini Kata Ekonom
Sebagai contoh, pemerintah menawarkan diskon Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp 5 miliar. Diskon ini mencakup penghapusan PPN sebesar 100% untuk Rp 2 miliar pertama selama Januari–Juni 2025, dan pengurangan 50 persen untuk periode Juli–Desember 2025.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa rumah dengan harga tersebut di luar jangkauan masyarakat miskin.
Media mengatakan, masyarakat berpenghasilan rendah hanya mampu membeli rumah subsidi dengan harga jauh di bawah Rp500 juta.
Oleh karena itu, diskon PPN ini lebih relevan bagi kelompok yang mampu membayar uang muka dan cicilan rumah di kisaran harga tersebut, bukan untuk masyarakat miskin.
"Dengan kata lain, kelompok masyarakat miskin belum tentu menikmati diskon tersebut," ujar Media dalam keterangannya, Minggu (22/12).
Kritik serupa juga diarahkan pada insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor hybrid. Kebijakan ini dinilai hanya menguntungkan masyarakat kelas atas yang mampu membeli kendaraan hybrid, sedangkan masyarakat bawah tidak memiliki daya beli untuk memanfaatkan insentif tersebut.
Baca Juga: Industri Tertekan Pelemahan Rupiah, Kemenperin Pertimbangkan Pemberian Insentif
Selain itu, kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) pelaku UMKM yang telah menggunakan fasilitas ini selama 7 tahun juga mendapat kritikan.
Menurutnya, UMKM yang sudah memanfaatkan tarif PPh Final selama bertahun-tahun cenderung adalah usaha yang lebih mapan dan sebelumnya telah menikmati berbagai insentif perpajakan, sehingga kebijakan ini dinilai kurang mendukung UMKM kecil yang baru berkembang.
Selanjutnya: Final Honda DBL Banten Menjadi Bukti Dominasi Tim Basket UPH College Tangerang
Menarik Dibaca: Denpasar Dominan Cerah Berawan, Pantau Prakiraan Cuaca Besok di Bali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News