Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Daniel mengatakan, tahun lalu Apersi mengusulkan 7% penyesuaian kenaikan harga rumah bersubsidi. Guna membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memperoleh rumah yang berkualitas dan layak huni.
Hal tersebut untuk mencegah berhenti berproduksinya sektor properti dan agar tidak banyak pengembang rumah subsidi yang tumbang akibat penundaan ini.
"Dengan telah terbitnya PP no.49/2022 ini, maka usulan (kenaikan) penyesuaian kurang lebih 7 % dari APERSI ini, yang sudah ditunggu hampir 3 tahun ini, bisa direalisasikan pemerintah pada awal tahun depan (2023)," ucap Daniel.
Lebih lanjut Daniel mengungkapkan, sejumlah tantangan sektor properti saat ini.
Pertama, Apersi meminta segera direalisasikan penyesuaian (kenaikan) harga patokan Rumah Bersubsidi bagi MBR, Millenials dan UMKM, minimal 7 % sesuai usulan Apersi.
Baca Juga: Harga Tak Kunjung Naik, REI Ancam Turunkan Kualitas Rumah Subsidi
Kedua, perlunya percepatan dan kemudahan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan untuk merealisasikan akad KPR rumah bersubsidi bagi MBR, Millenials dan UMKM.
Ketiga, penyederhanaan skema, sistem, biaya dan waktu bagi perijinan perumahan bersubsidi bagi MBR.
Keempat, diperlukan biaya suku bunga khusus bagi kredit pemilikan lahan, skim KPR dan kredit konstruksi bagi pengembang rumah subsidi.
Sebagai informasi, dalam Keputusan Menteri PUPR No.242/KPTS/M/2020 salah satu poinnya berisi pengaturan tentang harga rumah subsidi yang disesuaikan dengan wilayah.
Tercatat, harga rumah subsidi di wilayah Jawa adalah Rp 150,5 Juta, harga di wilayah Jabodetabek sebesar Rp 168 Juta, harga di wilayah Sumatra sebesar Rp 150,5 Juta.
Lalu harga rumah subsidi di wilayah Bangka Belitung Rp 156,5 Juta, Maluku Rp 168 Juta dan di Papua seharga Rp 219 Juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News