Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
Untuk merumuskan kebijakan penjaminan, menteri dapat mengusulkan masukan mengenai lima hal. Pertama, sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan pinjaman modal kerja. Kedua, pagu total penyaluran pinjaman modal kerja yang akan mendapat penjaminan pemerintah.
Ketiga, pagu tertinggi anggaran pelaksanaan penjaminan pemerintah. Keempat, plafon pinjaman setiap pelaku usaha yang mendapat penjaminan pemerintah. Kelima, porsi pinjaman modal kerja yang dijamin.
Baca Juga: Dorong pertumbuhan UMKM, Bank Mandiri luncurkan platform digital Mandiri Pintar
Adapun kriteria penerima jaminan, dalam hal ini perbankan, adalah merupakan bank umum, memiliki reputasi yang baik, dan merupakan bank kategori sehat dengan peringkat komposit 1 atau peringkat komposit 2 berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK.
Perbankan harus menanggung minimal 20% dari risiko pinjaman modal kerja, pembayaran bunga kredit/imbalan/margin pembiayaan dari pelaku usaha kepada perbankan dapat dibayarkan di akhir periode pinjaman, serta perbankan harus sanggup menyediakan sistem informasi yang memadai untuk melaksanakan program penjaminan.
Sementara itu, kriteria untuk terjamin atau pelaku usaha UMKM adalah, merupakan pelaku usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang berbentuk usaha perseorangan, koperasi, ataupun badan usaha, plafon pinjaman maksimal Rp 10 miliar dan hanya diberikan oleh satu penerima jaminan.
Kemudian, pinjaman yang dijamin adalah pinjaman yang sertifikat penjaminannya diterbitkan paling lambat tanggal 30 November 2021 sampai dengan selesainya tenor pinjaman tersebut.
Baca Juga: Dorong transaksi non tunai, BNI gandeng Gopay untuk isi ulang TapCash
Tenor pinjaman yang diberikan bagi UMKM maksimal 3 tahun, UMKM tidak termasuk ke dalam daftar hitam nasional, serta memiliki performing loan lancar atau kolektibilitas 1 maupun kolektibilitas 2 dihitung per tanggal 29 Februari 2020.