Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak awal masa kepemimpinannya adalah agenda reformasi struktural.
Tujuan dari reformasi struktural adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi ketimpangan, meningkatkan investasi, dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Menurut Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Johan Kasim, dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah telah menjalankan berbagai agenda reformasi struktural, termasuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan perbaikan regulasi.
Langkah-langkah ini diambil untuk memperbaiki struktur perekonomian secara keseluruhan.
Baca Juga: Pengentasan Kemiskinan Masih Menjadi Pekerjaan Besar 25 Tahun Reformasi
Namun, karena adanya pandemi, agenda reformasi struktural sedikit bergeser menjadi fokus penanganan pandemi. Johan mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, penting untuk terus membangun konsistensi dalam reformasi struktural. Ada banyak potensi ekonomi yang dapat didorong untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Agenda reformasi struktural bertujuan untuk mengubah perekonomian dan mendorong peningkatan nilai tambah yang lebih besar serta inklusif, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Ini merupakan agenda penting untuk mencapai visi Indonesia maju pada tahun 2045," ungkap Johan seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan pada Rabu (7/6).
Johan juga menyebutkan bahwa salah satu agenda reformasi struktural yang menarik adalah hilirisasi dalam pemanfaatan sumber daya alam, termasuk nikel. Nikel digunakan dalam pembuatan baterai mobil listrik atau motor listrik.
Baca Juga: Neraca Pembayaran Surplus, BKF: Tanda Ketahanan Eksternal RI Tetap Terjaga
Permintaan dunia terhadap nikel saat ini sangat tinggi. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan pengolahan nikel, menciptakan nilai tambah yang lebih besar, menarik investasi, dan membuka lapangan kerja.
"Kita pasti sudah pernah mendengar tentang pengolahan nikel. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, tetapi kita tidak ingin hanya mengambil nikel lalu mengekspornya dalam bentuk mentah atau produk dengan nilai tambah yang rendah," kata Johan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News