kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah minta kewajiban CSR dibicarakan lagi


Minggu, 18 September 2016 / 18:56 WIB
Pemerintah minta kewajiban CSR dibicarakan lagi


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kementerian Sosial meminta kepada Komisi VIII DPR untuk kembali mengkaji poin-poin yang akan dimasukkan ke dalam Rancangan UU tentang Tanggung Jawab Sosial.

Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial yang kementeriannya menjadi mitra Komisi VIII dalam membahas RUU tersebut mengatakan, ada beberapa ketentuan dalam draft RUU yang sedang dibahas yang perlu dilihat kembali, supaya tidak menimbulkan masalah.

Ketentuan tersebut, salah satunya menyangkut sifat dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang rencananya akan diwajibkan. Kedua, persentase iuran CSR yang dipatok di kisaran tertentu.

Khofifah mengatakan, kalau kedua ketentuan tersebut diterapkan dan CSR kemudian dijadikan unsur pengurang pajak, mungkin ketentuan tersebut tidak mendapat banyak tentangan.

"CSR di seluruh dunia, di Amerika, itu dikaitkan dengan pengurang pajak, tapi di ruu yang saat ini dibahas, arahnya belum ke situ, makanya kami minta dikomunikasikan kembali supaya tidak timbul resistensi," katanya di Komplek Istana Negara akhir pekan kemarin.

DPR, melalui Rancangan Undang-Undang Tanggung Jawab Sosial yang mereka sedang inisiasi berencana untuk memperluas pemberlakuan kewajiban pemberian dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Jika saat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, kewajiban soal pemberian CSR tersebut hanya terbatas pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, rencananya melalui RUU yang dibahas ini kewajiban akan dibebankan ke semua perusahaan.

Besaran yang ditentukan pun akan dipatok. Abdul Malik Haramain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, dari usulan yang masuk, besaran dana CSR yang harus diberikan perusahaan harusnya mencapai 2%, 2,5% atau 3% dari keuntungan. "Kami ingin semua perusahaan swasta, BUMN wajib untuk ini," katanya kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Malik mengatakan, RUU Tanggung Jawab Sosial diinisiasi dengan beberapa tujuan. Pertama, memperkuat kewajiban bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial mereka ke masyarakat.

DPR kata Malik menilai, pelaksanaan program CSR walau selama ini sudah ada, masih lemah. Dari sisi akuntabilitas, pelaksanaan program CSR juga dilihat oleh DPR rendah dan tidak transparan. "Ada yang rutin, ada yang tidak tapi lapor ke publik lapor melakukan, ini yang mau diperbaiki," katanya.

Tujuan kedua, membantu mensingkronkan program pengentasan dan kemiskinan pemerintah. Malik mengatakan, melalui rancangan undang- undang ini, pelaksanaan program CSR yang selama ini tidak terkoordinasi dengan baik, akan ditata. Rencana DPR tersebut membuat pengusaha kebakaran jenggot.

Mereka salah satunya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) keberatan dengan kewajiban dan patokan persentase dana CSR yang sedang dibahas DPR tersebut. Atas dasar itu, Agung Pambudi, Direktur Eksekutif Apindo menyatakan akan meminta kepada DPR dan pemerintah untuk merubah ketentuan wajib dan patokan dana CSR tersebut.

Menurutnya, kalau tetap dilanjutkan, kewajiban tersebut bisa berpotensi membebani perusahaan. Selain itu menurutnya, keberadaan ketentuan tersebut juga berpotensi mengganggu keberlangsungan program tanggung jawab sosial perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×