kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,85   -24,88   -2.68%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RUU CSR masih bergulir di DPR


Rabu, 17 Agustus 2016 / 18:15 WIB
RUU CSR masih bergulir di DPR


Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pembahasan Rencana Undang-undang tanggungjawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) terus bergulir. Saat ini pembahasannya baru pada tahap penyusunan naskah akademik oleh badan keahlian Dewan Perwakilan Rakyat.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Deding Ishak mengatakan setelah naskah akademik selesai disusun sebagai RUU maka akan dibahas di badan musyawarah (Bamus) DPR. "Pada Bulan Oktober baru akan dibahas tingkat awal oleh DPR," ujar Deding kepada KONTAN, Rabu (17/8).

Menurutya, untuk sampai pada tahapan pembahasan draf di Komisi VIII itu masih lama, pasalnya setelah dibahas tahap awal di komisi VIII itu akan diserahkan ke badan legislatif (Baleg) untuk diharmonisasi dan disinkronkan. "Kemudian masuk ke paripurna untuk ditetapkan RUU inisiatif dewan," ungkapnya.

Setelah itu, draf ini disampaikan ke Presiden supaya keluar surat dari Presiden untuk menunjuk siapa yang akan menjadi penanggungjawab dalam hal ini kementerian yang nantinya akan bersama membahas RUU ini.

Menurutnya, RUU ini dibuat itu disebabkan bahwa dana CSR itu ada dalam setiap Undang-undang dan kadang-kadang tumpang tindih antar Peraturan Menteri dengan Undang-undang, maka dari itu DPR berinisiatif untuk menggabungkannya. Selain itu, ini juga supaya dana CSR bisa bersinergi dengan program pemerintah dalam rangka memberantas kemiskinan.

Nantinya, dalam RUU ini akan dibentuk wadah atau lembaga yang menyusun dan menyalurkan dana CSR ini. Namun itu juga dibentuk oleh perusahaan sendiri dan pemerintah melalui kementrian terkait akan mengarahkan pos mana saja yang perlu bantuan-bantuan. "Jadi supaya sinkron antara program pemerintah dengan perusahaan," ungkapnya.

Sementara Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher menyatakan terkait besaran yang akan dipatok untuk dana CSR ini itu akan dibicarakan kembali dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya termasuk dengan pengusaha. "Kita juga sudah study banding ke perusahaan-perusahaan dan pemerintah daerah," ungkapnya.

Sebab tidak mungkin DPR membuat kebijakan namun tidak bisa dilaksanakan. Maka dari itu nantinya semua steakholder akan dimintai pertimbangan untuk menyusun Undang-undang ini. RUU ini penting, lanjutnya, karena angka kemiskinan kita jumlahnya masih banyak data BPS saja itu mencapai 27 juta jiwa.

Sementara Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat mengganggap RUU ini akan menghambat pengusaha untuk berkembang. Menurutnya lebih baik rencana ini dibatalkan saja, sebab yang namanya CSR itu sifatnya sukarela. "Kalau segala macam di UU kan maka ruang untuk mendapatkan margin pun makin tipis," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×