Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat total realisasi pembiayaan APBN 2025 mencapai Rp 250 triliun sampai dengan 30 Maret 2025. Terdiri dari pembiayaan utang baru mencapai Rp 270,4 triliun 2025, dan pembiayaan non-utang sebesar minus Rp 20,4 triliun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas A. M. Djiwandono mengatakan, langkah mitigasi risiko dalam pembiayaan APBN melalui pengadaan pembiayaan utang terus diupayakan dengan mempertimbangkan waktu, ukuran, dan jenis instrumen serta komposisi mata uang.
"Strategi pembiayaan APBN 2025 tetap berjalan on track dan dilaksanakan secara pruden, fleksibel, dan terukur," kata Thomas dalam konferensi pers APBNKiTA 2025, Rabu (30/4).
Thomas menyampaikan, di tengah dinamika pasar keuangan global yang masih volatile, pasar perdana SBN tetap menunjukkan performa yang solid. Ini tercermin dari bid to cover ratio yang masih tetap tinggi, baik untuk SUN maupun SBSN, masing-masing mencapai rata-rata 2,77 dan 3,01 sepanjang tahun 2025.
Baca Juga: Walau APBN Defisit Rp 104,2 Triliun, Keseimbangan Primer Masih Surplus
Adapun pada lelang 15 April tercatat incoming bid mencapai level tertinggi sejak 11 Februari 2020, hal ini menunjukkan minat investor masing tetap terjaga dengan partisipasi lelang SUN (Surat Utang Negara) dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yang konsisten, ini mencerminkan kepercayaan kuat pasar terhadap pengelolaan fiskal yang kredibel dan kebijakan pembiayaan yang prudent.
Pada 18 April 2025 pasar SBN mencatatkan inflow sebesar Rp 3,27 triliun, atau secara year to date mencatatkan inflow Rp 18,50 triliun.
"Meski pasar keuangan global masih menunjukkan volatilitas tinggi, pasar SBN domestik tetap mampu mencatatkan kinerja yang positif, ini menunjukkan investor masih melihat instrument SBN sebagai instrument yang menarik dan relatif aman," ujar Thomas.
Di sisi lain pasar saham mengalami tekanan dengan outlflow Rp 18,46 triliun di April, dan secara kumulatif mencapai Rp 48,39 triliun. Namun terjadi perbaikan pada indeks Bloomberg emerging market capital flow proxy, sejak titik terendahnya sejak awal April.
Thomas menyebut hal ini menunjukkan mulai pulihnya sentiment terhadap pasar emerging market termasuk Indonesia.
Baca Juga: Lihat Situasi Global, Pemerintah Masih Membuka Ruang Penerbitan SBN Valas Tahun Ini
Thomas menyampaikan, kinerja pasar keuangan domestik masih sangat dipengaruhi dinamika global, terutama terkait kebujakan tarif dan arah suku bunga global, yield US treasury 10 ttahun mengalami kenaikan hingga 4,50% dipicu kebijakan tarif baru Donald Trump.
Di sisi lain indeks return saham dan obligasi global mulai menunjukkan pemulihan pasca koreksi tajam awal April. Namun di tengah ketidakpastian global yang tinggi, nilai tukar rupiah masih mencatatkan perlemahan 4,47% secara year to date yang sejalan dengan tren pelemahan yang juga dialami sejumlah mata uang utama lainnya terhadap dollar US.
"Hal ini mengindikasikan tekanan eksternal yang sifatnya lebih global dan bukan fenomena domestic semata. Pemerintah juga mengelola likuiditas secara aktif melalui pre funding, cash buffer yang memadai, dan active cash serta debt management," imbuh Thomas.
Selanjutnya: Di Tengah Dinamika Ekonomi Global, BRI Catatkan Laba Rp13,8 triliun
Menarik Dibaca: Oppo Find N5 Resmi Rilis di Indonesia! Desain Lipat Mewah, Intip Spesifikasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News