Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Revisi aturan pembebasan lahan untuk kepentingan umum hampir final. Saat ini, Departemen Pekerjaan Umum (PU) sedang merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Revisi ini ditargetkan rampung pada Januari 2010.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menguraikan, ada beberapa poin penting dalam revisi itu. Pertama, pemerintah mempercepat waktu negosiasi pembebasan lahan dengan masyarakat, dari 120 hari menjadi 60 hari.
Kedua, panitia pembebasan lahan dapat melakukan konsinyasi atau pembayaran tanah dengan menitipkan ke pengadilan setelah pembebasan tanah mencapai 51%. Dalam aturan lama, persyaratan pengajuan konsinyasi dilakukan jika pembebasan lahan sudah mencapai 75%. “Jadi bisa lebih cepat,” ujar Djoko.
Ketiga, pemerintah akan mengganti susunan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang selama ini dinilai tidak efektif. Djoko mencontohkan, bupati yang sekaligus menjabat P2T tidak bisa gerak cepat membebaskan lahan. Karena bupati mempunyai kesibukan lain untuk mengurusi daerahnya. “P2T akan diisi oleh pejabat yang bisa bekerja penuh,” ujar Djoko.
Revisi Perpres itu juga mencantumkan klausul yang menarik, yakni pemerintah pusat akan memberikan insentif bagi lurah atau camat yang bertugas mengurus pembebasan lahan. Djoko mengakui selama ini banyak lurah atau camat malas mengurusi pembebasan lahan lantaran tidak ada insentif. "Padahal, rakyatnya sudah mau lahannya dibebaskan," ujar Djoko.
Presiden Direktur Bosowa Corporation, Erwin Aksa, menyambut baik revisi Perpres pembebasan lahan. Namun, menurutnya, ada satu masalah lagi yang harus dimasukkan ke dalam revisi beleid itu, yakni soal pendanaan dalam pembebasan lahan.
Menurut Erwin, selama ini, pembebasan lahan sering mangkrak karena pemerintah tidak siap mengeluarkan dana pembebasan lahan. "Masyarakat sudah mau dibebaskan lahannya, tetapi dana pemerintah tidak cepat keluar untuk membayarnya," ujar Erwin.
Akibat lambannya pembayaran, nilai jual tanah yang mau dibebaskan semakin tinggi. Akibatnya, investor yang mau menggarap proyek tak mampu mengeluarkan dana tambahan untuk menalangi. "Kesiapan dana pemerintah harus diperjelas dalam revisi itu," saran Erwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News