Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lonjakan kasus dan adanya pembatasan aktivitas ada awal semester II-2021, pemerintah masih optimistis pola pemulihan ekonomi masih akan berbentuk seperti V shape.
Meski begitu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui, pola pemulihan V ini dengan gradien yang lebih landai.
“V shape dengan slope yang lebih landai,” tegasnya kepada Kontan.co.id, Senin (19/7).
Hal ini disebabkan oleh, salah satunya, pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 yang belum bisa tumbuh seperti cita-cita semula.
Baca Juga: SBN ritel Indonesia masih akan menarik ke depannya
Pemerintah memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tumbuh di kisaran 3,7% hingga 4,5%, atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,5% hingga 5,3%.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan, pola pemulihan ekonomi Indonesia akan berbentuk huruf K atau K shape.
Hal ini disebabkan adanya perubahan pola konsumsi selama pandemi ini sehingga meningkatkan sektor-sektor tertentu. Sebaliknya, karena ada pembatasan aktivitas, sektor-sektor lainnya akan mengalami penurunan kinerja.
“Sektor berbasis teknologi informasi mengalami pertumbuhan dobel digit karena adanya perubahan pola konsumsi. Sementara sektor seperti transportasi, perhotelan, dan restoran atau pariwisata secara umum mengalami kontraksi sampai akhir tahun,” jelas Bhima.
Bhima mengingatkan, divergensi pertumbuhan sektoral ini perlu dicermati, karena efek terhadap pemulihan ekonomi menjadi lebih lambat dari perkiraan awal. Apalagi, kalau sektor yang tumbuh tinggi memiliki kontribusi yang terpantau kecil terhadap produk domestik bruto (PDB).
Meski prospeknya menggembirakan, sektor teknologi informasi ini hanya memberikan kontribusi sebesar 0,57% terhadap PDB di tahun 2020. Alias, masih lebih rendah dari industri manufaktur maupun perdagangan konvensional.
Selain itu, dengan model pertumbuhan K-shape ini membuat penyerapan tenaga kerja membuat penyerapan tenaga kerja menjadi kurang optimal.
Lebih lanjut, akibat adanya lonjakan kasus dan pembatasan aktivitas di awal paruh kedua tahun ini, Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi di keseluruhan tahun 2021 akan berada jauh lebih rendah dari kisaran sasaran pemerintah.
Baca Juga: Inflasi masih rendah, BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan
Menurut hitungannya, pertumbuhan Indonesia 2021 akan berada di kisaran minus 0,5% hingga 2% di tahun 2021 dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Yaitu di antaranya, keputusan investasi menjadi ditunda atau delay, distribusi barang terganggu karena adanya penyekatan jalan, konsumsi rumah tangga melambat karena kelas menengah atas cenderung menyimpan, serta pelaku usaha khususnya mikro susah bertahan dengan turunnya omzet selama PPKM Darurat.
“Jadi, seluruh komponen PDB dari sisi pengeluaran akan terdampak. Pemerintah sepertinya akan melakukan revisi pertumbuhan ekonomi ke bawah lagi,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News