Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Setelah PMK 35/2018, pemerintah juga meluncurkan layanan perizinan terintegrasi secara elektronik. Kebijakan itu tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) 24/2018. Ini satu-satunya PP di bidang perekonomian yang keluar tahun 2018.
Sayangnya, bauran kebijakan pemerintah tersebut tidak berefek signifikan. Buktinya, selain melemahnya beberapa indikator makro di atas, berbagai skema kebijakan fiskal pemerintah tak dibarengi dengan peningkatan realisasi investasi.
Selama kuartal-III 2018, realisasi investasi turun 1,6% year on year (yoy) menjadi Rp 173,8 triliun. Dari realisasi tersebut, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal asing (PMA) Rp 89,1 triliun, turun 20% dibanding periode sama 2017.
Lantas, adakah hal positif yang dicapai pemerintah? "Mungkin, prestasi pemerintah tahun ini adalah pencapaian target penerimaan negara di APBN, tapi hal itu bukan dikontribusi oleh bauran kebijakan fiskal pemerintah," ujar Juniman, Kepala Ekonom Maybank.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganalisa, membaiknya kinerja penerimaan tahun ini lebih karena harga minyak yang membumbung tinggi. Itu menyebabkan penerimaan migas melonjak. "Penerimaan pajak dari sektor migas, maupun PNBP pun tumbuh di atas ekspektasi," ujarnya.
Josua menilai, dorongan stimulus fiskal tahun ini kurang. "Ini jangan terulang tahun depan, karena ekonomi kita masih mengandalkan komoditas. Kalau harga komoditas turun, konsumsi di daerah penghasil akan terpengaruh. Stimulus fiskal harus didorong sejak awal untuk antisipasi," sarannya.
Senada, Juniman meminta pemerintah memonitor efektivitas kebijakan fiskalnya, misalnya terkait insentif PPh Final UMKM 0,5%. "Apakah industri meningkat dengan adanya insentif ini? Jangan sampai pendapatan pemerintah berkurang, tapi industrinya juga tidak ikut tumbuh," tandasnya.
Dari sisi belanja, menurut Tim Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019, secara keseluruhan realisasi belanja pemerintah pusat tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, Indef menggarisbawahi, alokasi belanja pemerintah itu masih didominasi belanja pegawai, bantuan sosial, dan subsidi, ketimbang belanja barang dan belanja modal. "Pertumbuhan belanja sosial dan subsidi ini meningkat untuk membantu mempertahankan daya beli masyarakat," ujar Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Indef.