kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Pemerintah Klaim Tindaklanjuti Putusan MK Soal UU Cipta Kerja


Senin, 16 Mei 2022 / 19:06 WIB
Pemerintah Klaim Tindaklanjuti Putusan MK Soal UU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengikuti aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (7/2/2022). Pemerintah Klaim Tindaklanjuti Putusan MK Soal UU Cipta Kerja.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono menyatakan, saat ini pemerintah bersama DPR tengah menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Edy mengatakan, saat ini tengah dilakukan revisi UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan karena metode omnibuslaw dinilai tidak ada acuannya dalam UU 12/2011 yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan. Edy berharap revisi UU 12/2011 dapat segera disetujui dalam rapat paripurna DPR pada masa persidangan terdekat.

“Oleh karena itu, itu yang dilakukan pemerintah. Yang dilakukan dari pemerintah dari sisi formil ya memperbaiki UU 12/2011, kemudian nanti proses formil UU CK akan diperbaiki dengan menggunakan ketentuan yang sudah direvisi tersebut,” ujar Edy saat dihubungi Kontan, Senin (16/5).

Terkait mekanisme perbaikan UU Cipta Kerja, Edy menyebut terdapat dua wacana perbaikan UU Cipta Kerja yang berkembang di internal pemerintah. Pertama, putusan MK terkait UU Cipta Kerja adalah uji formil, bukan uji materiil.

Baca Juga: Terkait Revisi UU Cipta Kerja, Ini Kritik Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

“Jadi yang menjadi persoalan bagi MK pada saat ini dalam arti mengacu putusan November tahun lalu, adalah proses formil karena itu adalah uji formil, maka kita tidak menyentuh persoalan substansi,” ujar Edy.

Wacana kedua adalah adanya wacana bahwa proses formil juga akan mengakomodir perubahan yang perlu dilakukan. Edy mengatakan, kedua wacana tersebut telah dan sedang dalam proses pembahasan.

“Tetapi kalau yang ditanya pendapat resmi pemerintah ya kita belum putuskan. Itu sudah dibicarakan dan pada saatnya akan diputuskan karena putusan itu belum diambil,” terang Edy.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, putusan MK mempermasalahkan proses pembentukannya. Ia mengatakan, proses omnibus law tidak ada dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Harapan kami segera bisa dituntaskan DPR (revisi UU 12/2011) sehingga UU Cipta Kerja ini bisa efektif berjalan,” ucap Hariyadi.

Hariyadi menyebut tidak perlu ada revisi materi, isi atau pasal dalam UU Cipta Kerja karena tidak dipermasalahkan MK. Hariyadi mengatakan, jika ada kekurangan dalam pelaksanaan dapat diperbaiki dalam aturan pelaksana atau aturan turunan UU Cipta Kerja.

Hariyadi berharap implementasi UU Cipta Kerja dilakukan. Setelah itu dapat dilakukan evaluasi misalnya setelah 3 tahun pelaksanaan UU Cipta Kerja. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa revisi UU Cipta Kerja atau perbaikan lainnya yang dirasa perlu.

Baca Juga: Peringati May Day pada 14 Mei, Buruh Akan Sampaikan 16 Tuntutan Ini

“Sehingga efektivitas dari UU ini berjalan sesuai harapan, terutama disini untuk penyediaan lapangan pekerjaan,” ujar Hariyadi.

Hariyadi berharap, dengan adanya UU Cipta Kerja dapat membuat investasi yang masuk ke Indonesia adalah investasi yang berkualitas yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

“Yang berkualitas seimbang antara yang padat modal dan padat karya beriringan supaya lapangan pekerjaan kita tercipta secara masif dan nilai tambah ekonomi kita lebih tinggi,” terang Hariyadi.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) bukan hal yang dimaksud MK dalam konteks perbaikan UU Cipta Kerja.

“Tidak boleh itu. Dalam amar putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan putusan-putusan lainnya yang diperintahkan diperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Bukan memperbaiki UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3,” ujar Feri.

Feri mengatakan, jika yang dilakukan pembenahan UU 12/2011 berarti menentang putusan MK karena upaya perbaikan itu sama dengan mengakali putusan MK. Sebab itu, pembentuk undang-undang harus melakukan hal sesuai perintah putusan yaitu perbaiki UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kata Feri, perbaikan yang dilakukan berupa perubahan pasal/substansi UU Cipta Kerja dengan pelibatan aktif dan memperhatikan masukan masyarakat/pihak terkait. Misalnya pihak serikat pekerja untuk kluster ketenagakerjaan. “(Perbaikan) Ya seluruh tahapan dari hulu dan hilir tahapan pembentukan,” ucap Feri.

Baca Juga: Pekerja Masuk Saat Libur Nasional, Kemnaker: Pengusaha Wajib Bayar Upah Lembur

Feri menerangkan, perbaikan dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. “Jadi harus dirombak sesuai prosedur pembentukan. Ya termasuk menerima masukan dari masyarakat, termasuk merombak isi,” tutur Feri.

Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly optimistis dapat menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam waktu kurang dari dua tahun.

Yasonna menuturkan, ada tiga poin dalam Putusan MK atas UU Cipta Kerja yang perlu ditindaklanjuti Pemerintah, yaitu pembentuk UU diperintahkan untuk mengakomodir metode omnibus law dalam perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 (UU Pembentukan Peraturan Perundang- undangan); secara prosedural pembentukan UU Cipta Kerja harus diperbaiki dalam waktu dua tahun sejak Putusan MK diucapkan; dan Pemerintah harus menangguhkan segala kebijakan/tindakan strategis yang didasarkan pada UU Cipta Kerja.

“Sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, Pemerintah menghormati dan segera melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020,” ujar Yasonna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×