kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.975.000   59.000   3,08%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Pemerintah Kaji Fleksibilitas Kebijakan TKDN, Ekonom Beberkan Dampaknya


Rabu, 09 April 2025 / 16:26 WIB
Pemerintah Kaji Fleksibilitas Kebijakan TKDN, Ekonom Beberkan Dampaknya
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengarahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Pemerintah mewacanakan agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) fleksibel dan lebih realistis untuk tingkatkan daya saing.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mewacanakan agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) fleksibel dan lebih realistis. 

Presiden Prabowo Subianto menilai, kebijakan TKDN dipaksakan dan membuat Indonesia kalah kompetitif.

Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, melonggarkan keran impor secara masif dan membuat aturan TKDN menjadi lebih fleksibel akan mengirimkan gelombang kejut negatif ke seluruh struktur perekonomian nasional. 

Baca Juga: Ekonom Sebut Indonesia Mesti Hati-Hati Ambil Langkah Relaksasi TKDN pada Produk AS

"Dampak paling langsung adalah tergerusnya pangsa pasar produk dalam negeri," ujar Achmad saat dikonfirmasi, Rabu (9/4).

Achmad menyebutkan industri manufaktur, elektronik, otomotif, tekstil, hingga sektor agroindustri selama ini berusaha tumbuh di bawah payung proteksi TKDN. 

Tanpa TKDN, industri akan menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan produk impor yang seringkali unggul dalam skala produksi dan efisiensi harga karena subsidi atau praktik ekonomi negara asalnya.

Bagi pelaku bisnis lokal, terutama UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan, dampak ini akan jauh lebih destruktif. 

Baca Juga: Pemerintah Diminta Lakukan Kajian Sebelum Terapkan Kebijakan Fleksibilitas TKDN

UMKM seringkali beroperasi dengan modal terbatas, kapasitas produksi yang lebih kecil, dan akses teknologi yang belum sepadan dengan korporasi multinasional atau produsen besar dari luar negeri. 

Aturan TKDN, meskipun terkadang dianggap sebagai tantangan, sejatinya memberikan celah bagi mereka untuk terlibat dalam rantai pasok industri yang lebih besar. Terutama dalam proyek-proyek pemerintah atau BUMN yang mewajibkan persentase komponen lokal tertentu. 

Menghilangkan atau melunakkan syarat ini sama saja dengan mencabut jaring pengaman terakhir bagi mereka. Membiarkan mereka tenggelam dalam arus deras produk impor murah. 

Baca Juga: Kemenperin Revisi Beleid Terkait TKDN, Apple Bakal Lolos?

"Konsekuensinya jelas, potensi penurunan produksi domestik, penutupan usaha skala kecil dan menengah, hilangnya lapangan kerja, dan melebarnya defisit neraca perdagangan," jelas Achmad.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melindungi investasi manufaktur dalam negeri. 

Perlindungan diberikan dalam bentuk menjaga permintaan pasar domestik terutama yang berasal belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. 

Selain itu, permintaan domestik atas produk elektronik yang menggunakan frekuensi publik seperti ponsel, komputer genggam, dan tablet (HKT), televisi, dan lainnya juga terjaga permintaan domestiknya oleh kebijakan TKDN melalui belanja konsumsi rumah tangga.

Baca Juga: Kemenperin: Kebijakan TKDN Bermanfaat untuk Lindungi Investasi di Indonesia

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan, besarnya daya tarik pasar domestik ini harus Kemenperin manfaatkan sepenuhnya untuk menarik investor asing dari berbagai negara melalui kebijakan TKDN. 

Febri menegasan, kebijakan TKDN berlaku untuk semua produk manufaktur tanpa diskriminasi atau keistimewaan terhadap asal negara investor tersebut. 

Semua fasilitas produksi yang dibangun di Indonesia dan menghasilkan produk manufaktur berhak mendapatkan sertifikat TKDN sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Berdasarkan perhitungan dampak ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa efek berganda ekonomi kebijakan TKDN sekitar 2,2. Artinya setiap belanja Rp 1 produk manufaktur dalam negeri bisa menciptakan nilai ekonomi sebesar Rp 2,2. 

Baca Juga: Pertamina Energy Terminal Terapkan Aturan TKDN & Serap Tenaga Lokal, Dukung Ekonomi

Pada tahun 2024 nilai belanja pemerintah dan BUMN/BUMD atas produk manufaktur kurang lebih sekitar Rp 1.441 triliun. Dengan demikian nilai ekonomi dengan pemberlakukan kebijakan ini mencapai kurang lebih Rp 3.170 trilliun.

"Besarnya dampak yang muncul dari penggunaan produk dalam negeri tentu tidak bisa dianggap main-main. Hal ini terjadi karena belanja produk dalam negeri menciptakan backward linkage dan forward linkage dalam sektor-sektor ekonomi Indonesia,” jelas Febri dalam siaran pers, Jumat (29/11/2024).

Selanjutnya: Pertamina Bangun Posko Mudik Sambut Arus Balik di Sejumlah Pelabuhan

Menarik Dibaca: Waspada Hujan Petir di Jogja, Intip Ramalan Cuaca Besok di Wilayah DIY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×