Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto meminta kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) fleksibel dan lebih realistis.
Menurut Prabowo, jika TKDN dipaksakan akhirnya membuat Indonesia kalah kompetitif.
Menanggapi hal tersebut, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) merupakan instrumen kebijakan dari pemerintah untuk melindungi ekonomi nasional.
Pertama, bisa mendorong penggunaan produk lokal secara mandatory. Kedua, untuk meningkatkan daya saing produk nasional. Ketiga, menjaga meraca perdagangan tetap positif.
"Ketika kebijakan TKDN akan dievaluasi ulang, harus dihitung dulu secara matematika ekonomi, berapa volume usaha dalam negeri yang akan tutup, dan kemudian apa paket kebijakan pemerintah untuk menutup kontraksi ekonomi tersebut," ujar Ajib kepada Kontan, Rabu (9/4).
Baca Juga: Pengusaha Komputer Sebut Relaksasi TKDN ICT AS Bisa Lemahkan Daya Saing Produk Lokal
Kemudian, lanjut Ajib, perlu dihitung juga berapa perkiraan potensi pengangguran tambahan dan darimana lapangan kerja baru yang bisa tercipta.
Ajib menambahkan, masalah utama di Indonesia, secara ekonomi, ada 3 (tiga) hal utama. Yaitu pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan.
Dia mengatakan, kebijakan pengurangan TKDN akan berlaku optimal ketika dalam situasi efisiensi ekonomi tingkat tinggi.
Pemerintah perlu mendorong peningkatan produktivitas, mengurangi high cost economy, deregulasi dan debirokratisasi terlebih dahulu.
"Intervensi regulasi dibutuhkan oleh dunia usaha dalam kondisi persaingan belum sempurna," terang Ajib.
Ajib menyebut, jika dunia swasta dibiarkan berjalan secara alamiah, maka keseimbangan ekonomi akan bergerak ke arah ekonomi yang paling efisien.
Namun, dalam kondisi saat ini, Indonesia hanya bisa menjadi pasar dari produk-produk luar/impor.
"Tata kelola industri dan ekonomi ini yang harus diperbaiki secara komprehensif," ucap Ajib.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai, kebijakan TKDN saat ini cenderung kaku dan mempunyai treshold terlalu tinggi. Ini membuat investor tidak tertarik untuk masuk, sehingga Indonesia banyak kehilangan peluang.
"TKDN perlu dibuat realistis dan adaptif, yang penting investasi masuk terlebih dahulu, ekosistem bisnis terbentuk, baru kemudian TKDN dan partisipasi pengusaha nasional ikut terdongkrak. Bisa saja pelibatan pengusaha nasional bisa menjadi salah satu pra-kondisi," ujar Wijayanto.
Baca Juga: Prabowo Minta Kebijakan TKDN Fleksibel, Realistis, dan Diganti Insentif
Menurut Wiyanto, kebijakan ini, jika dikelola dengan baik akan mendongkrak industri dan daya saing ekonomi nasional.
"Kita harus meniru strategi Vietnam, sehingga sekarang mereka bisa menjadi hub produk gadget dan ICT kawasan, bahkan dunia. Dalam waktu dekat mereka juga menargetkan EV," kata Wijayanto.
Ia bilang, jika tetap berjalan seperti business as usual, Indonesia akan semakin tertinggal. "Ekonomi kita akan semakin di dominasi oleh SDA," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan, masalah TKDN merupakan permasalahan yang luas. Hal itu terkait permasalahan pendidikan, sains atau ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
"Jadi itu ngga bisa dengan cara bikin regulasi, TKDN naik," ujar Prabowo dalam sarasehan ekonomi, Selasa (8/4).
Prabowo menilai, jika TKDN dipaksakan akhirnya membuat Indonesia kalah kompetitif. Sebab itu, Ia meminta jajaran membuat kebijakan TKDN yang lebih realistis.
"Saya sangat setuju TKDN fleksibel sajalah. Mungkin diganti dengan insentif," terang Prabowo.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melindungi investasi manufaktur dalam negeri.
Perlindungan diberikan dalam bentuk menjaga permintaan pasar domestik terutama yang berasal belanja pemerintah dan BUMN/BUMD.
Selain itu, permintaan domestik atas produk elektronik yang menggunakan frekuensi publik seperti ponsel, komputer genggam, dan tablet (HKT), televisi, dan lainnya juga terjaga permintaan domestiknya oleh kebijakan TKDN melalui belanja konsumsi rumah tangga.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan, besarnya daya tarik pasar domestik ini harus Kemenperin manfaatkan sepenuhnya untuk menarik investor asing dari berbagai negara melalui kebijakan TKDN.
Baca Juga: Ekonom Sebut Indonesia Mesti Hati-Hati Ambil Langkah Relaksasi TKDN pada Produk AS
Febri menegaskan, kebijakan TKDN berlaku untuk semua produk manufaktur tanpa diskriminasi atau keistimewaan terhadap asal negara investor tersebut.
Semua fasilitas produksi yang dibangun di Indonesia dan menghasilkan produk manufaktur berhak mendapatkan sertifikat TKDN sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Berdasarkan perhitungan dampak ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa efek berganda ekonomi kebijakan TKDN sekitar 2,2. Artinya setiap belanja Rp 1 produk manufaktur dalam negeri bisa menciptakan nilai ekonomi sebesar Rp 2,2.
Pada tahun 2024 nilai belanja pemerintah dan BUMN/BUMD atas produk manufaktur kurang lebih sekitar Rp 1.441 triliun. Dengan demikian nilai ekonomi dengan pemberlakuan kebijakan ini mencapai kurang lebih Rp 3.170 triliun.
"Besarnya dampak yang muncul dari penggunaan produk dalam negeri tentu tidak bisa dianggap main-main. Hal ini terjadi karena belanja produk dalam negeri menciptakan backward linkage dan forward linkage dalam sektor-sektor ekonomi Indonesia,” jelas Febri dalam siaran pers, Jumat (29/11/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News