Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, berkaitan dengan booming harga komoditas, menurutnya pemerintah tidak terburu-buru dalam menaikkan harga energi baik non subsidi maupun jenis subsidi.
Jika bercermin pada tahun 2020 lalu, ketika harga minyak mentah sempat mengalami penurunan hingga di bawah US$ 10 per barel, pada saat itu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak mengalami perubahan. Dengan begitu Pertamina mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
“Jadi kalau sekarang harga minyak mentahnya naik, sebaiknya Pertamina gunakan laba di 2020 untuk mempertahankan harga BBM. Kalau beban keuangan BUMN nya meningkat, maka Pemerintah bisa gunakan realokasi anggaran untuk menambah subsidi energi,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (15/2).
Lebih lanjut Bhima mengungkapkan, Pemerintah juga bisa mendapatkan windfall penerimaan negara dari kenaikan harga komoditas, bisa digunakan untuk subsidi silang ke stabilitas harga di dalam negeri.
Baca Juga: Persiapan ASEAN Summit 2023, PUPR Akan Bangun Jalan Sepanjang 25 Kilometer
Selain itu, alasan pemerintah tidak terburu-buru dalam menaikkan harga energi subsidi dan non subsidi adalah pemulihan daya beli masyarakat yang belum optimal dan merata khususnya di masyarakat yang rentan miskin.
“Pengendalian inflasi berarti mencegah kembali naiknya jumlah orang miskin baru,” kata Bhima.
Dihubungin terpisah, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman juga memberikan tanggapannya. Menurutnya, kasus covid-19 varian omicron yang masih tinggi, Pemerintah sudah cukup tepat untuk menahan harga energi golongan subsidi. Hal ini perlu dilakukan guna menjaga daya beli di tengah proses pemulihan ekonomi domestik yang terus berlanjut.
Baca Juga: Dibuka Lagi Progam Pengungkapan Sukarela Pajak, Bisa untuk WP Pribadi atau Badan