kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah Diminta Bentuk Otoritas Perlindungan Data Pribadi Independen


Senin, 23 Mei 2022 / 09:37 WIB
Pemerintah Diminta Bentuk Otoritas Perlindungan Data Pribadi Independen
ILUSTRASI. Polisi menata sejumlah barang bukti saat ungkap kasus permohonan palsu kartu kredit . ANTARA FOTO/Didik Suhartono/pd/17


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .

Mengingat, pada prinsipnya LPNK adalah institusi pemerintah, yang berada di bawah kendali eksekutif. Dengan begitu, Otoritas PDP dapat sewaktu?waktu dibubarkan Presiden, jika keberadaan lembaga ini dinilai tidak lagi sejalan dengan agenda politik dan prioritas presiden yang sedang menjabat.

“Pilihan ini tentu menyebabkan Otoritas PDP tidak memiliki kedudukan yang pasti, terkait eksistensi dan keberlanjutannya. Misalnya saja, Presiden Joko Widodo pernah membubarkan 10 LPNK melalui Peraturan Presiden No. 112/2020, salah satunya adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang berada di bawah Kominfo,” ujar Wahyudi.

Ketiga, menempatkan Otoritas PDP sebagai badan di bawah kementerian atau LPNK, akan berisiko besar pada ketidak?efektifan dalam pengambilan keputusan. Sebuah Otoritas PDP menghendaki model kepemimpinan lembaga yang bersifat kolegial?kolektif. Model kepemimpinan kolegial?kolektif menghendaki kelembagaan yang bersifat multi?members commissioner, dengan ketua semata?mata hanya sebagai spoke persons, bukan pengambil keputusan tertinggi.

Pengambilan keputusan tertinggi ada pada rapat pimpinan, bisa melalui musyawarah atau voting. Dalam proses pemilihan komisioner tersebut, setidaknya harus melibatkan dua otoritas politik, misalnya Presiden dan DPR, tidak bisa dilakukan penunjukan langsung oleh satu otoritas politik, misalnya Presiden atau bahkan Menteri.

“Keterlibatan dua otoritas politik tersebut bisa dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau bisa juga dalam bentuk pemberian pertimbangan,” ucap Wahyudi.

Keempat, usulan membentuk mekanisme pengawasan khusus terhadap Otoritas PDP, bila berada di bawah Kominfo, seperti halnya pengawasan terhadap Badan Intelijen Negara (BIN), juga tidak tepat. Sebab, Otoritas PDP bekerja untuk memastikan semua sektor (pemerintah dan swasta) patuh pada UU PDP, dengan menekankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Jadi, Otoritas PDP bukan bekerja untuk melayani kepentingan pemerintah, tetapi justru mengawasi kepatuhan pemerintah terhadap hukum PDP.

“Pengawasan terhadap Otoritas PDP akan dilakukan oleh Presiden dan DPR secara bersamaan, melalui penyerahan laporan kinerja secara berkala, dan sejumlah mekanisme lain yang diatur dalam UU PDP,” terang Wahyudi.

Kelima, jika Otoritas PDP didudukkan sebagai institusi pemerintah, maka fungsi?fungsi yang melekat dan seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga ini, tidak akan bisa dilaksanakan secara efektif. Padahal salah satu fungsi penting Otoritas PDP adalah menerbitkan regulasi?regulasi teknis dan pendoman yang akan menjangkau badan publik dan privat sebagai pengendali/pemroses data.

Baca Juga: Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Jalan di Tempat

Selanjutnya, terkait fungsi penyelesaian sengketa melalui ajudikasi non?litigasi, juga menjadi problematik, mengingat wewenang ini secara pengaturan dan praktik hanya dimiliki oleh lembaga negara independen (LNS), seperti KPPU, Ombudsman, dan Komisi Informasi.

Sedangkan, Kominfo dan LPNK secara hukum tidak dimungkinkan untuk diberikan wewenang ajudikasi, dikarenakan mereka pada dasarnya adalah institusi pemerintah (eksekutif).

Tanpa adanya wewenang melakukan ajudikasi non?litigasi, Otoritas PDP yang dibentuk di bawah pemerintah tidak akan mungkin melakukan penjatuhan sanksi denda. Sebab penjatuhan sanksi denda hanya mungkin dilakukan melalui sebuah mekanisme ajudikasi, yang putusannya dapat dibanding ke pengadilan, untuk memastikan adanya due process of law.

“DPR dan Pemerintah memastikan pembentukan Otoritas PDP yang independen, mengingat hal tersebut merupakan fondasi untuk memastikan efektif dan optimalnya implementasi UU PDP di Indonesia,” ucap Wahyudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×