kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah akan kejar pajak dari pengusaha


Rabu, 03 Desember 2014 / 07:41 WIB
Pemerintah akan kejar pajak dari pengusaha
ILUSTRASI. Tetap Bugar di Usia Tua, Ini Tips yang Bisa Anda Lakukan


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Berbagai strategi terus diterapkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak dari kalangan pribadi perorangan. Kini pemerintah kembali menyoroti penerimaan dari wajib pajak pribadi golongan atas.

Soalnya, di sepanjang tahun ini, penerimaan pajak penghasilan (PPh) 21 dari perorangan hanya Rp 97 triliun. Angka ini kurang 10% dari total target penerimaan pajak yang dipatok APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp 1.072,37 triliun.

Mirisnya, dari penerimaan PPh 21 itu, sebesar Rp 93 triliun adalah pajak yang otomatis dipungut dari karyawan perusahaan. Ini artinya, pajak yang benar-benar dibayar oleh pengusaha hanya Rp 4 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengatakan, setoran pajak perusahaan selaku wajib pajak badan seharusnya sangat besar. Namun, kenyataannya tak lebih besar dibandingkan setoran pajak individu atau karyawan yang otomatis dipotong langsung tiap bulan oleh perusahaan pemberi kerjanya.

Karena itu, lanjut Bambang, pemerintah juga akan menggenjot pajak dari badan usaha. Antara lain, sektor pertambangan dan properti. Banyak perusahaan tambang yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga tidak membayar pajak dan royaltinya.

Menurut Bambang, untuk mengejar potensi pajak itu, pemerintah akan menerapkan electronic transaction untuk mencegah faktur pajak fiktif. Selain itu, menambah jumlah pegawai Ditjen Pajak. “Selama ini satu orang pegawai pajak harus mengurusi sekitar 8.000 wajib pajak,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (2/12).

Seharusnya, lanjut dia, potensi penerimaan pajak badan usaha sangat besar. Ini mengingat sumber daya alam (SDA) dan aktivitas ekonomi di Indonesia sangat besar. Apalagi, Indonesia masuk jajaran 15 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. “Dengan pendapatan per kapita US$ 3.500 atau lebih, ada yang tidak pas antara kemakmuran yang meningkat dengan penerimaan pajak pribadi hanya Rp 4 triliun per tahun,” imbuh  Bambang.

Pengamat pajak dari Center Indonesia for Taxation Analydis, Yustinus Prastowo, mengatakan, penghasilan yang didapat orang pribadi memang rawan tidak disisihkan untuk pembayaran pajak. Padahal, jika perusahaan untung, logikanya pengusaha akan dapat keuntungan dalam bentuk dividen. "Tapi, yang dilakukan orang pribadi adalah skema disguise dividend atau mengambil keuntungan tanpa dikenakan pajak” kata Prastowo.

Karena itu, kata dia, butuh kerja keras pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab, dengan besarnya potensi pajak dari kalangan pribadi, seharusnya penerimaan pajak ikut meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×