Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan sinkronisasi pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah.
Sinkronisasi tersebut diharapkan tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian alias Omnibus Law Perpajakan.
Baca Juga: Revisi UU Kepailitan dan PKPU jalan di tempat, ini alasan Kemenkumham
Tujuannya agar fasilitas insentif perpajakan serta percepatan investasi antara pusat dan daerah dapat berjalan beriringan. “Saya minta perhatian Menteri Dalam Negeri betul-betul mengawal konsistensi, koherensi antara reformasi perpajakan di tingkat pusat dengan pembenahan pengaturan pajak dan retribusi di daerah,” tutur Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Negara, Jumat (22/11).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lebih lanjut menjelaskan, salah satu aspek yang akan diatur dalam Omnibus Law Perpajakan ialah rasionalisasi pajak daerah.
Baca Juga: Dalam omnibus law, perusahaan hanya dijatuhi sanksi perdata
“Ini tujuannya untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan tarif pajak daerah secara nasional yang akan ditegaskan dalam RUU ini dan ditegaskan juga pengaturannya nanti melalui Perpres (Peraturan Presiden),” tutur Menkeu usai Ratas tersebut.
Terkait instruksi sinkronisasi pajak dan retribusi daerah itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan berkonsultasi dengan asosiasi pemerintah daerah.
Sebab selain mementingkan kemampuan daerah mengumpulkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan optimal, pemerintah pusat berharap kebijakan di daerah juga menciptakan iklim usaha dan investasi yang baik.
Baca Juga: Investasi sebesar Rp 1.722 triliun terhambat masuk RI karena kebanyakan aturan
“Jadi di satu sisi PAD terjaga tapi ada konsistensi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah dari sisi perpajakannya. Ini akan terus kita formulasikan termasuk bagaimana Pemda melakukan perbaikan Perda (peraturan daerah) melalui Perkada (peraturan kepala daerah),” tutur Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, setidaknya akan ada lima UU yang terdampak dari adanya Omnibus Law Perpajakan ini yaitu UU Ketentuan Umum Pajak (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), serta UU Pemerintah Daerah (Pemda).
"Undang-undang itu kelimanya masih hidup, hanya ada beberapa pasal yang memang perlu diubah akan diatur kembali lewat Omnibus Law," pungkas Suryo. Namun, ia tidak menjelaskan lebih rinci gambaran perubahan aturan terkait dengan UU PDRD dan UU Pemda yang akan dimuat dalam Omnibus Law nantinya.
Baca Juga: Pasal penghambat investasi di UU Jasa Konstruksi dan UU Bangunan Gedung akan dihapus
Selanjutnya, Sri Mulyani menyebut, pemerintah akan mengumpulkan dan merangkum seluruh fasilitas perpajakan dalam satu bagian pada Omnibus Law Perpajakan.
Mulai dari fasilitas pengurangan dan pembebasan pajak seperti Tax Holiday, Superdeduction Tax untuk kegiatan vokasi maupun riset dan pengembangan, fasilitas perpajakan untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga insentif PPh SBN yang diedarkan di pasar internasional.
Baca Juga: Yasonna: Pembahasan omnibus law dengan DPR akan dibahas Januari 2020
“Tujuannya untuk memberikan landasan hukum terhadap pemberian berbagai fasilitas agar lebih tegas dan kuat sehingga kebijakan ini bisa dilaksanakan dalam rangka mendorong peningkatkan kesempatan kerja,” tandas Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News