kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemda terbelah tetapkan upah buruh 2016


Kamis, 12 November 2015 / 19:18 WIB
Pemda terbelah tetapkan upah buruh 2016


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan masih belum diikuti sepenuhnya oleh kepala daerah.

Di beberapa daerah seperti di Kalimantan Timur (Kaltim), penetapan upah minimum masih berada dibawah formula.

Pemerintah Daerah (Pemda) Kaltim menetapkan UMP tahun 2016 mendatang naik sebesar 6% dari upah minimum berjalan.

Padahal, bila mengikuti ketentuan kenaikan UMP dipatok sebesar 11,5% mengikuti menyesuaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) Timboel Siregar mengatakan, saat ini telah terjadi dualisme keputusan pemda untuk menetapkan UMP.

"Penetapan UMP tahun ini terbelah menjadi dua yakni antara yang mengikuti PP 78/2015 serta yang berdasarkan survei KHL berdasar UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan," kata Timboel, Kamis (12/11).

Menurut Timboel, selain Kaltim sebenarnya masih banyak daerah lagi yang penetapan UMP tahun 2016 tidak berdasarkan formula yang diamanatkan di PP tentang Pengupahan tersebut.

Mereka diantaranya adalah, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Isran Noor mengatakan, meski pemerintah pusat telah menginstruksikan kepala daerah untuk mengikuti aturan yang berlaku, namun bila penetapan UMP sudah terjadi kesepakatan antara pekerja dan pengusaha maka hal tersebut sudah tidak ada persoalan.

Bagi Isran, dalam kondisi ekonomi yang melambat seperti saat ini yang dibutuhkan adalah saling pengertian antara pengusaha dan pekerja.

"Klo buruh dan industri sepakat (penetapan UMP) kenapa ditegur," kata Isran.

Isran sendiri mengakui, dibandingkan dengan daerah lain di Kaltim penetapan UMP paling rendah kenaikannya.

Namun Isran menjamin hal tersebut tidak akan mengakibatkan gejolak.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsostek Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Hayani Rumondang mengatakan, sanksi yang akan dikenakan bagi kepala daerah yang tidak mengikuti aturan pengupahan itu diserahkan ke Menteri Dalam Negeri.

Timboel bilang, seharusnya pemerintah tidak perlu terlalu keras dalam memberikan sanksi terhadap kepala daerah yang tidak mengimplementasikan PP tentang pengupahan.

"Seharunya penetapan UMP sesuai dengan formula sesuai dengan PP diterapkan tahun depan," ujar Timboel.

Menurut Timboel, salah satu sanksi yang akan diberikan bagi kepala daerah yang membelot dan tidak mengimplementasikan PP tersebut adalah pengurangan pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×