Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jatuh tempo Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (BI) yang cukup besar pada Mei dan Juni 2025 dikhawatirkan bisa mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencatat, kepemilikan investor asing atas SRBI telah menurun signifikan menjadi 24,27% pada akhir Desember 2024.
Menurutnya, penurunan kepemilikan asing tersebut menunjukkan ketertarikan investor asing yang melemah terhadap SRBI.
“Sehingga dapat meningkatkan risiko pelemahan nilai tukar rupiah jika terjadi arus keluar modal pada saat jatuh tempo,” tutur Josua kepada Kontan, Jumat (10/1).
Baca Juga: Total Utang Jatuh Tempo SRBI Capai Rp 922,4 Triliun di 2025, Terbesar di Kuartal II
Di samping itu, Josua juga menilai, meningkatnya yield SRBI hingga 7,3% untuk tenor 12 bulan pada akhir tahun 2024 menunjukkan premi risiko yang lebih tinggi, seiring dengan kondisi global yang penuh ketidakpastian.
Meski yield yang ditawarkan meningkat, namun kondisi penguatan mata uang dollar AS terhadap mata uang global di tengah risk off sentiment juga menjadi penghalang utama untuk menarik lebih banyak investor.
Maka dari itu, BI dinilai harus melakukan intervensi besar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama di tengah sentimen global yang tidak pasti.
“Sentimen global tersebut seperti kebijakan hawkish dari The Fed dan ancaman tarif perdagangan,” ungkapnya.
Josua juga khawatir, yield SRBI yang meningkat berpotensi menciptakan efek crowding out terhadap yield Surat Berharga Negara (SBN) yang menjadi meningkat.
Sebagai contoh, Misalnya, spread antara yield SRBI 12 bulan dan SBN semakin lebar, mencerminkan permintaan pasar untuk kompensasi risiko yang lebih tinggi.
Josua memperkirakan yield SBN tenor 10 tahun akan meningkat menjadi sekitar 7,3% di pada kuartal II tahun 2025 seiring puncak jatuh tempo SRBI, yang mendorong permintaan likuiditas lebih besar dari pasar.
Baca Juga: Imbas Kebijakan Proteksionisme Trump, Cadangan Devisa 2025 Diperkirakan Turun
Adapun dengan jatuh tempo SRBI pada pertengahan tahun 2025 mencapai lebih dari Rp 100 triliun, BI diperkirakan akan melanjutkan lelang SRBI baru, meskipun dengan peningkatan lelang yang terbatas.
“BI diperkirakan akan melanjutkan lelang SRBI baru meskipun dengan peningkatan yang lebih terbatas mempertimbangkan kondisi yield curve US Treasury yang tidak inverted. Namun, strategi ini dapat meningkatkan biaya operasi moneter BI,” terangnya.
Lebih lanjut, Josua juga memperkirakan BI tetap akan mempertahankan suku bunga kebijakan pada tingkat tinggi untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, meskipun ini dapat menekan pertumbuhan kredit dan aktivitas ekonomi.
Selanjutnya: Resmi Diperkenalkan ke Publik, Ini Profil Patrick Kluivert Pelatih Baru Timnas
Menarik Dibaca: 4 Makanan yang Tidak Boleh Dimakan saat Minum Kopi, Awas GERD!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News