Reporter: Hans Henricus |
JAKARTA. Upaya pemerintah mengembangkan enam koridor ekonomi di Indonesia butuh dana besar. Namun, rencana itu tidak akan mengganggu anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Sebab, APBN tidak menjadi sumber pendanaan proyek pemerintah itu. "APBN betul-betul untuk program pro rakyat dan program infrastruktur pedesaan," ujar Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, Senin malam (14/2).
Adapun dana pembangunan koridor ekonomi mengandalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta sektor swasta lokal maupun asing lewat program public private partnership atau kemitraan pemerintah swasta. Jika dibutuhkan, pemerintah bisa mencari pinjaman dengan bunga lunak alias soft loan. "APBN kita sendiri tidak mungkin membiayai itu," imbuh Hatta.
Pemerintah berharap kombinasi antara BUMN dan sektor swasta itu akan mewujudkan pembangunan koridor ekonomi. Pasalnya, kata Hatta, membangun satu koridor ekonomi menelan biaya sebesar US$60 miliar.
Menurut Hatta, BUMN sudah berkomitmen untuk menyiapkan dana sebesar US$ 40 miliar. Kemudian, pemerintah juga meminta setiap BUMN menghemat sekitar 10% dari total operational expenditure atau belanja rutin yang totalnya mencapai Rp 1.000 triliun.
Dengan begitu, perusahaan pelat merah bisa menghemat sekitar Rp100 triliun dan mengalihkannya untuk capital expenditure atau belanja modal. "Yang bisa dihemat kita hemat, lalu larikan ke capital expenditure," kata mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
Sekadar informasi, enam koridor ekonomi ini merupakan pembangunan berbasis wilayah dengan membangun pusat ekonomi baru di tanah air. Enam koridor, yaitu Sumatera dan Jawa Barat bagian utara, bagian timur Pantai Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan timur Jawa plus Bali dan Nusa Tenggara.
Jika tidak ada perubahan jadwal, pemerintah pusat dan daerah bersama BUMN akan bertemu pada tanggal 21 Februari nanti untuk mematangkan terlibatnya BUMN dalam membangun koridor ekonomi. "Kita akan mengetahui berapa besar investasi BUMN, di mana, siapa mengerjakan apa dalam program koridor itu," terang Hatta.
Selanjutnya, pemerintah menggelar pertemuan dengan kalangan dunia usaha nasional pada 28 dan 29 Februari guna memastikan mereka terlibat dalam program itu. Setelah mengetahui kemampuan BUMN dan swasta nasional, kata Hatta, pemerintah akan mengkaji berapa kebutuhan investasi asing langsung atau foreign direct investment.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News