Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bumi saat ini menghadapi situasi yang sangat mengkhawatirkan. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa ancaman bencana hidrometeorologi yang semakin sering dan intens menjadi salah satu dampak dari percepatan kenaikan suhu bumi yang semakin panas.
Hal ini diungkapkannya dalam Festival Aksi Iklim Generasi Muda Indonesia 2024 di Kantor Pusat BMKG, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Menurut Dwikorita, dunia saat ini telah memasuki era "global boiling," istilah yang digunakan Sekjen PBB Antonio Guterres untuk menggambarkan kondisi perubahan iklim yang ekstrem dan tidak terkelola dengan baik.
Ia menyebutkan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu, dengan peningkatan anomali suhu bumi mencapai 1,45 derajat Celsius dibandingkan dengan suhu permukaan rata-rata dunia pada masa pra-industri.
Baca Juga: Musim Kemarau Tahun 2024 Ini Berbeda, Ini Penjelasan BMKG
Kenaikan suhu yang mendekati ambang batas 1,5 derajat Celsius, yang disepakati dalam Perjanjian Iklim Paris 2015, memicu kekhawatiran bahwa batas tersebut akan terlampaui lebih cepat dari yang diperkirakan.
Dwikorita menjelaskan bahwa jika tren kenaikan suhu terus berlanjut, dampaknya akan semakin parah, dengan bencana hidrometeorologi seperti badai tropis, cuaca ekstrem, siklon, serta fenomena iklim ekstrem lainnya semakin sering terjadi.
Pada tahun 2022, suhu global meningkat sebesar 1,2 derajat Celsius. Setahun kemudian, suhu global naik lagi 0,25 derajat Celsius, yang memperburuk frekuensi dan intensitas bencana. Jika suhu naik tiga kali lipat dari angka ini, dampaknya akan sangat mengkhawatirkan.
BMKG memprediksi bahwa mulai tahun 2050, jika era global boiling tidak dapat dihentikan, ancaman bencana hidrometeorologi akan semakin sering dan kuat. Hal ini berpotensi menimbulkan bencana yang lebih panjang, intens, dan kuat serta kelangkaan air secara global.
Baca Juga: BMKG Tegaskan soal Gempa Megathrust, Tidak untuk Takuti Wisatawan
Dwikorita menekankan bahwa prediksi ini bukan hanya wacana, melainkan didasarkan pada data dan analisis dari BMKG dunia, Organisasi Pangan Dunia (FAO), dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang mengarah pada proyeksi krisis pangan global jika aksi iklim gagal.
"Jika kita gagal dalam aksi iklim, bencana akan semakin sering dan semakin parah, serta akan ada krisis pangan dan kelangkaan air global. Ini adalah skenario yang sangat mengkhawatirkan dan perlu segera diatasi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News