kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.239   100,00   0,65%
  • IDX 7.892   63,27   0,81%
  • KOMPAS100 1.206   10,13   0,85%
  • LQ45 979   8,98   0,93%
  • ISSI 229   0,84   0,37%
  • IDX30 499   4,39   0,89%
  • IDXHIDIV20 602   5,24   0,88%
  • IDX80 137   1,09   0,80%
  • IDXV30 140   0,40   0,28%
  • IDXQ30 167   1,34   0,81%

Musim Kemarau Tahun 2024 Ini Berbeda, Ini Penjelasan BMKG


Selasa, 20 Agustus 2024 / 17:18 WIB
Musim Kemarau Tahun 2024 Ini Berbeda, Ini Penjelasan BMKG
ILUSTRASI. Kondisi tanah terangkat yang disebabkan pergerakan tanah di kolam mina padi milik warga, Desa Sawang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9/2021). BMKG sebut puncak musim terjadi pada bulan Agustus dan September 2024, di sebagian wilayah Selatan Khatulistiwa.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada bulan Agustus dan September  2024, tapi terjadi pada sebagian wilayah Indonesia terutama di Selatan Khatulistiwa.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, ada perbedaan musim kemarau yang dialami Indonesia saat ini dibandingkan tahun 2023 lalu. Namun secara umum kondisi cuaca dan iklim dipengaruhi letak wilayah Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. 

Alhasil, wilayah-wilayah di Indonesia mengalami kondisi cuaca dan iklim yang berbeda alias tidak kompak. Sebab itu, pada saat sebagian wilayah Indonesia mengalami musim kemarau, di belahan bumi Indonesia lainnya mengalami curah hujan tinggi bahkan banjir.

Baca Juga: Hadapi El Nino, Menteri PUPR: Cadangan Air Masih 2,9 Miliar Meter Kubik

"Musim kemarau kali ini berbeda dari tahun lalu," sebut Dwikorita saat ditanya KONTAN usai pembukaan Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan: Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia di Gedung BMKG, Selasa (20/8/2024).

Menurut Dwikorita, saat ini angin dari Australia yang akan mengarah ke Asia, tentunya melewati Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia bagian selatan saat ini kering, puncaknya Agustus-September ini. Antara lain Jawa, Nusa Tenggara, bahkan Papua selatan," paparnya.

Adapun Yang masih di utara khatulistiwa ke utara, sekarang masih mengalami banjir. "Kenapa banjir padahal musim kemarau? Prediksi BMKG salah? Enggak. Itu karena enggak mau kompak (kondisi musim berbeda-beda). Makanya masih ada yang banjir," ungkap Dwikorita. 

BMKG juga sudah memantau potensi terjadinya La Nina lemah di akhir bulan Agustus-awal September nanti. Beberapa wilayah di Indonesia akan terdampak. Dari data diperkirakan, La Nina ini akan menimbulkan kenaikan curah hujan sekitar maksimal 10%. 

Baca Juga: Resmi dari BMKG, Ini Prakiraan Musim Hujan Tahun 2023, November Mulai Musim Hujan

Salah satu wilayah yang diprediksi akan terdampak adalah Sumatra. "Pada bulan Oktober nanti diprediksi akan masuk musim hujan. Ini dipengaruhi angin dari Asia," ujarnya. 

Hanya saja, di sela-sela terjadinya musim ini, kadang ada fenomena yang bisa terjadi selama beberapa jam, beberapa hari, atau beberapa minggu. Misalnya, Maden Jullian Oscillation (MJO), gerombolan awan hujan yang bergerak dari arah timur Afrika, melintasi Samudera Hindia, sepanjang khatulistiwa.

Fenomena lain, munculnya gelombang atmosfer yang juga dapat membawa hujan. "Pada saat gelombang atmosfer datang, awan hujan mendadak muncul. Padahal seharusnya awan hujan belum muncul. Nah, pada saat ini terjadi,BMKG akan mencegat dan memaksa awannya turun dengan modifikasi cuaca. 

"Kalau kelembapannya 70%, bisa dipercepat-dipaksa turun. Kemarin, melakukan modifikasi cuaca itu dan awannya dipercepat turun di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat yang kering. Begitu kita memanfaatkannya dengan modifikasi cuaca," pungkas Dwikorita. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×