Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai berpotensi mempersempit ruang fiskal pemerintah, terutama karena dampaknya terhadap pembayaran utang dan subsidi energi.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai tren pelemahan dolar AS yang sempat terjadi pasca pengumuman kebijakan Donald Trump kini mulai terbatas. Indeks dolar bahkan kembali menguat dalam dua hari terakhir dan kini berada di atas level 99.
“Dalam jangka pendek, tren pelemahan dolar AS kemungkinan akan berhenti dan berbalik arah, didorong oleh data ekonomi AS yang masih kuat,” ujar Josua, Selasa (27/5).
Baca Juga: Rupiah Konsisten Menguat di Pekan Ini, Terdorong Sentimen Global dan Domestik
Meski demikian, Josua memperkirakan dalam jangka menengah hingga akhir tahun, dolar AS masih berpotensi melemah seiring dampak negatif kebijakan tarif AS serta peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Namun, bagi Indonesia, fluktuasi nilai tukar tetap menjadi perhatian utama. Pelemahan rupiah berisiko menambah beban pembayaran bunga utang, khususnya dari utang bilateral dalam dolar AS serta surat berharga negara (SBN) berdenominasi valuta asing.
“Pelemahan rupiah akan berdampak langsung pada pos pembayaran bunga utang dan belanja impor,” jelas Josua.
Baca Juga: Sekali Lagi, Bukan Rupiah yang Menguat, Tapi Dolar Amerika yang Melemah
Selain itu, belanja subsidi, terutama untuk energi dan BBM, turut terdampak. Kenaikan beban subsidi akibat depresiasi rupiah dapat mempersempit ruang fiskal pemerintah di tahun 2025.
Hingga 27 Mei 2025, rata-rata kurs JISDOR tercatat sebesar Rp 16.454 per dolar AS, melewati asumsi APBN 2025 yang berada di Rp 16.000 per dolar. Josua memproyeksikan rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini akan berada di kisaran Rp 16.400–Rp 16.500 per dolar AS.
Selanjutnya: Asuransi Astra Sebut Menurunnya Penjualan Kendaraan Berimbas ke Asuransi Kendaraan
Menarik Dibaca: Ingin Kaya di 2025? Ini 5 Realita yang Harus Anda Tanggung, Tapi Layak Diperjuangkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News