kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,10   12,79   1.41%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku usaha persiapkan diri hadapi kebijakan baru di 2019


Kamis, 03 Januari 2019 / 22:13 WIB
Pelaku usaha persiapkan diri hadapi kebijakan baru di 2019
ILUSTRASI. Devisa Hasil Ekspor


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah kebijakan perekonomian pemerintah bakal efektif berlaku di tahun ini. Para pelaku usaha pun tak terlepas dari dampak pemberlakuan kebijakan tersebut, baik yang mendukung maupun menghambat roda bisnis dan kinerja sepanjang tahun ini.

Sejumlah kebijakan tersebut di antaranya, pemberlakukan kewajiban bagi eksportir komoditas sumber daya alam (SDA) untuk mengembalikan dan menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri setidaknya selama satu bulan. Kebijakan ini ditujukan khususnya bagi sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Kebijakan DHE SDA tersebut ditargetkan meluncur di awal tahun ini dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Namun, sampai saat ini, PP terkait DHE SDA tersebut belum kunjung rilis.

Ada pula, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.

Aturan itu menyebutkan tarif cukai MMEA golongan A dengan kadar hingga 5% untuk produk dalam negeri maupun impor dikenakan tarif cukai sebesar Rp 15.000 per liter, naik dari sebelumnya Rp 13.000 per liter.

Direktur Pemasaran Delta Djakarta (DLTA) Ronny Titiheruw mengakui, telah diadakan sosialisasi mengenai perubahan tarif tersebut kepada pelaku usaha, setelah PMK diubah, tepatnya 18 Desember 2018 lalu.

"Ya, karena ini sudah merupakan keputusan pemerintah maka kami harus melaksanakannya," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Kamis (3/1).

Menanggapi kenaikan tarif cukai tersebut, DLTA mengaku telah menyiapkan skema kenaikan harga produk. Jika tidak, perusahaan mesti menanggung beban pengurangan margin yang kian besar.

"Kenaikan ini akan membuat harga bir semakin tinggi sehingga ini berpotensi membuat konsumen mengurangi pembelian bir. Pada akhirnya, sebenarnya ini bisa mengganggu penerimaan cukai negara juga sebetulnya," tutur Ronny.

Adapun, selain menaikkan harga jual, DLTA juga menyiapkan rencana ekspansi pasar ke wilayah baru, termasuk meningkatkan penjualan ke luar negeri. Strategi ini demi menjaga pertumbuhan kinerja perusahaan tetap positif di tahun 2019.

Kuartal-III 2018, DLTA masih mampu mencetak pertumbuhan laba bersih sebesar 28%. Tahun 2017, laba bersih DLTA mencapai Rp 279,77 miliar.

Selain itu, mulai Januari 2019, layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) juga mulai efektif beralih ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Peralihan ini diharapkan dapat meningkatkan sinkronisasi peraturan antara pemerintah pusat dan daerah, serta mendorong efektivitas perizinan berusaha di Indonesia.

"Selama ini belum begitu efektif karena kenyataan di lapangan masih ada penolakan maupun ketidaksiapan di daerah untuk menerima sistem peraturan perizinan usaha seperti pusat. Ini jadi penghambat bagi industri," tutur Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan, Kamis (3/1).

Beralihnya sistem OSS ke BKPM memang tak bakal otomatis menyelesaikan ganjalan tersebut, lanjut Johnny. Namun, pelaku usaha berupaya tetap optimistis kebijakan OSS kana berjalan makin sempurna seiring berjalannya waktu dan perbaikan-perbaikan yang ada.

Kebijakan lainnya yang sempat dicetuskan oleh pemerintah ialah rencana merevisi PMK Nomor 35/PMK.010/2017. Revisi tersebut terkait perubahan batas harga rumah dan apartemen mewah yang menjadi objek PPnBM dari masing-masing Rp20 miliar dan Rp10 miliar menjadi Rp30 miliar.

Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk Theresia Rustandi menyatakan harapannya terhadap realisasi kebijakan tersebut. Sebab, selama ini beban pajak yang ditanggung pengembang (developer) cukup besar.

"Hitungan kami, total pajak yang selama ini mesti dibayarkan bisa mencapai 42,5% yang mana terdiri dari PPh 22, PPnBM, serta pajak pembelian tanah maupun material yang semuanya kena pajak," ujar Theresia.

Oleh karena itu, selain revisi kebijakan PPnBM properti, Theresia juga menyambut baik rencana pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk penjualan hunian mewah dari 5% menjadi 1%.

Penjualan produk andalan Intiland yang kebanyakan merupakan apartemen dengan kisaran harga yang beragam mulai dari Rp 1,5 miliar hingga Rp 7 miliar per unitnya pun diharapkan bisa lebih menggeliat.

"Kalau terealisasi, kebijakan ini tentu bisa meringankan beban sektor properti yang masih berat sepanjang tahun lalu," tambahnya.

Kendati demikian, Kementerian Keuangan belum memastikan kapan kebijakan perpajakan properti ini akan meluncur.

Dalam acara Property Outlook 2019, Desember lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya menyatakan pemerintah terus berupaya menggarap berbagai kebijakan fiskal yang dapat mendukung sektor properti.

"Karena semua rezim perpajakan akan menentukan apakah sektor properti bisa tumbuh atau tidak," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×