kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Anggota Komisi VII DPR Partai Nasdem nilai wajar lonjakan subsidi energi


Kamis, 03 Januari 2019 / 17:49 WIB
Anggota Komisi VII DPR Partai Nasdem nilai wajar lonjakan subsidi energi
ILUSTRASI. Distribusi BBM wilayah perbatasan


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Subsidi pemerintah untuk sektor energi melonjak signifikan pada 2018. Selama tahun lalu, realisasi subsidi energi tercatat sebesar Rp 153,5 triliun atau setara 162,4% dari target APBN sebesar Rp 94,5 triliun.

Subsidi energi tersebut terbagi atas realisasi subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 97 triliun. Realisasi subsidi energi BBM mencaapai 207% dari anggaran. Sementara, subsidi listrik mencapai 118,6% dari anggaran, dimana realisasinya sebesar Rp 56,5 triliun.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengatakan, melonjaknya subsidi energi tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya, volume dan harga BBM selama 2018 juga mengalami kenaikan. Sementara pada periode yang sama, produksi minyak dalam negeri turun. Untuk memenuhi kebutuhan volume impor minyak mentah meningkat di saat harga sedang tinggi-tingginya.

"Harga minyak yang diperkirakan dalam APBN itu tidak sesuai dengan realisasi. Ini berdampak pada biaya pengadaan minyak mentah dan BBM, Jadi otomatis kalau harga minyak naik, subsidi juga naik," ujarnya.

Dalam asumsi makro 2018, pemerintah menetapkan harga minyak sebesar US$ 48 per barel. Sementara, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi harga minyak mentah Indonesai di 2018 mencapai Rp 67,5 per dollar AS.

Menurut Kurtubi, tambahan subsidi energi terjadi karena adanya kebijakan BBM satu harga. "Dengan kebijakan BBM satu harga, daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang tadinya tinggi, sementara sekarang disuplai Pertamina dengan harga yang sama. Sementara, ongkos distribusinya sangat mahal,"jelasnya.

Kurtubi memperkirakan, subsidi energi, khususnya subsidi BBM di tahun ini akan mengalami peningkatan dari sisi volume. Ini disebabkan konsumsi BBM yang meningkat lantaran adanya pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, Kurtubi belum bisa memperkirakan apakah subsidi energi akan mengalami peningkatan dari sisi harga. Menurutnya, hal ini sangat tergantung pada asumsi makro 2019 dan realisasi nilai tukar rupiah serta harga minyak mentah.

Sementara, dalam asumsi makro tahun ini, nilai tukar rupiah ditetapkan Rp 15.000 per dollar AS dan harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 70 per dollar AS.
"Harga minyak dunia di 2019 cenderung fluktuatif. Beberapa bulan lalu naik, suplai banyak, turun lagi. 2019 ini akan sama. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terlihat lebih baik. Jadi subsidi tahun ini tergantung pada harga minyak dan rupiah," tutur Kurtubi.

Kurtubi pun mengatakan kemungkinan kenaikan BBM subsidi di tahun ini kecil. Bukan hanya karena tahun politik, menurutnya pemerintah tidak menginginkan penurunan daya beli masyarakat bila BBM mengalami kenaikan. "Kalau BBM naik,harga barang dan jasa naik, pastinya daya beli masyarakat akan turun, khususnya kelompok berpenghasilan rendah," tambah Kurtubi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×