kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.428.000   -57.000   -2,29%
  • USD/IDR 16.602   11,00   0,07%
  • IDX 7.916   -209,10   -2,57%
  • KOMPAS100 1.090   -29,49   -2,63%
  • LQ45 772   -7,67   -0,98%
  • ISSI 281   -10,34   -3,54%
  • IDX30 401   -4,69   -1,16%
  • IDXHIDIV20 453   -1,70   -0,37%
  • IDX80 121   -1,88   -1,53%
  • IDXV30 129   -2,46   -1,87%
  • IDXQ30 127   -0,85   -0,66%

Pekerja Swasta Minta MK Hapus Pajak Pesangon dan Uang Pensiun


Jumat, 17 Oktober 2025 / 14:41 WIB
Pekerja Swasta Minta MK Hapus Pajak Pesangon dan Uang Pensiun
ILUSTRASI. Karyawan swasta mengajukan uji materi terhadap ketentuan PPh yang mengenakan pajak atas pesangon dan uang pensiun ke Mahkamah Konstitusi (MK)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sembilan orang karyawan swasta mengajukan uji materi terhadap ketentuan pajak penghasilan (PPh) yang mengenakan pajak atas pesangon dan uang pensiun ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Mereka menilai kebijakan tersebut tidak adil dan bertentangan dengan hak konstitusional pekerja yang seharusnya dilindungi negara setelah puluhan tahun bekerja.

Permohonan tersebut teregister dengan Nomor Perkara 186/PUU-XXIII/2025 dan diajukan untuk menguji Pasal 4 ayat (1) serta Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terhadap UUD 1945.

Baca Juga: Purbaya Klaim Bisa Kumpulkan Pajak Rp 110 Triliun di 2026 Lewat Cara Ini

Menurut para pemohon, ketentuan tersebut menimbulkan perlakuan tidak adil karena pesangon dan pensiun, yang merupakan hak normatif dan tabungan hasil kerja seumur hidup dipersamakan dengan penghasilan baru yang bersifat produktif.

“Pensiunan pekerja swasta yang semestinya diperlakukan dengan penuh empati dan perlindungan justru diperlakukan sama dengan pihak-pihak yang masih memiliki penghasilan produktif. Padahal prinsip konstitusional menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum yang sama, tanpa diskriminasi,” ujar Pemohon I Jamson Frans Gultom, Jumat (17/10/2025).

Selain Jamson, delapan pemohon lainnya adalah Agus Suwargi, Budiman Setyo Wibowo, Wahyuni Indrjanti, Jamil Sobir, Lyan Widiya, Muhammad Anwar, Cahya Kurniawan, dan Aldha Reza Rizkiansyah.

Dalam permohonannya, para pemohon menilai bahwa pengenaan pajak terhadap pesangon, uang pensiun, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Tabungan Hari Tua (THT) telah mengaburkan makna Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas penghidupan yang layak.

Mereka menegaskan, pesangon dan manfaat pensiun tidak dapat disamakan dengan laba usaha atau keuntungan modal, karena bersumber dari potongan gaji dan penghargaan atas jasa pekerja, bukan tambahan kemampuan ekonomis baru.

Baca Juga: Penerimaan Pajak Diproyeksi Hanya 82,22% dari Target, Shortfall Berpotensi Melebar

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh jo. UU HPP bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam hal pengenaan pajak atas pesangon, uang pensiun, THT, dan JHT.

Mereka juga meminta Mahkamah untuk memerintahkan pemerintah tidak lagi mengenakan pajak atas hak-hak tersebut bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor swasta maupun pemerintahan.

Perkara ini disidangkan Majelis Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Selanjutnya: PMDN Lampaui PMA, Investasi Dalam Negeri Kuartal III-2025 Tembus Rp 279,4 Triliun

Menarik Dibaca: Ada Teh Jahe, Ini 8 Minuman Terbaik untuk Dikonsumsi Ketika Flu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×