kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pejabat daerah dalam radar BNN


Selasa, 22 Maret 2016 / 11:14 WIB
Pejabat daerah dalam radar BNN


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Awal 2015 lalu, Presiden RI Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia darurat narkoba. Hal itu diungkapkan Jokowi karena narkoba tidak hanya merasuk ke kalangan anak muda, tetapi juga institusi pemerintahan.

Apa yang diungkapkan Jokowi itu seolah menjadi dejavu di awal 2016 ini. Sebab Bupati Ogan Ilir yang baru terpilih dalam Pilkada serentak akhir tahun lalu, Ahmad Wazir Nofiandi Mawardi diciduk Badan Narkotika Nasional (BNN) di rumahnya di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, pekan lalu (13/3).

Bupati berusia 27 tahun yang kini berada di pusat rehabilitisi narkoba Lido, Jawa Barat, itu berencana akan kembali menjabat setelah enam bulan direhabilitasi.  Maklum, Nofiandi berasal dari dinasti politik lokal yang memiliki dukungan politik kuat.

Tapi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berkata lain. Sabtu pekan lalu, Mendagri resmi memberhentikan Nofiardi sebagai Bupati. Surat pemberhentian ini telah dikirimkan ke Gubernur Sumatera Selatan. Pemecatan ini dikeluarkan Mendagri karena adanya ketetapan tersangka terhadap Nofiandi oleh BNN.

Ini bukan pertama kali pejabat negara tersandung kasus narkoba. Pada 22 Februari 2016, anggota DPR Fanny Safriansyah tertangkap tangan saat membeli narkoba di perumahan Kostrad, Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Pria yang disapa Ivan Haz ini adalah anak mantan Wapres Hamzah Haz.

Sebelum Ivan, tercatat Akil Mochtar yang tersangkut kasus korupsi dan didapati sering mengkonsumsi narkoba saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung.

Banyaknya pejabat yang mengkonsumsi narkotika, membuat BNN kian gencar membidik para pejabat. Kepala BNN Komjen Budi Waseso mengungkapkan, saat ini masih ada beberapa kepala daerah yang menjadi incaran. "Ada yang sedang dalam pengawasan, kita lihat saja tindakan selanjutnya," katanya.

BNN tidak bisa mengungkap siapa yang menjadi incaran karena  masih mengumpulkan bukti. "Pokoknya kepala daerah," ujarnya.

Salah satu alasan penggunaan narkotika diduga adalah beban pekerjaan yang berat, sehingga mereka membutuhkan doping. Namun menurut Direktur  Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, penggunaan narkotika di kalangan pejabat biasanya sudah dilakukan sebelum mereka menduduki posisinya saat ini. Itu sebabnya, jika hanya dikaitkan dengan beban pekerjaan yang tinggi, tidaklah benar. "Itu memang sudah bawaannya dari dulu," katanya.

Apalagi kata Ray, semakin tinggi pendapatan seseorang dan makin luasnya koneksi, menjadi faktor mempermudah mendapatkan narkoba. Oleh karenanya, ia menyarankan pemerintah agar lebih selektif dalam menjaring calon pejabat, baik pusat maupun daerah. Seperti melakukan tes kesehatan yang lebih detail, termasuk narkoba.

Di 2015, BNN mengungkap 102 kasus narkotika dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ada 1.780.272,364 gram sabu kristal, 1.200 mililiter sabu cair, 1,1 ton ganja, dan 606.132 butir ekstasi yang disita. Untuk TPPU aset yang disita Rp 85,1 miliar.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×