kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pandangan fraksi Golkar dan PDIP terkait APBN 2021


Selasa, 29 September 2020 / 20:25 WIB
Pandangan fraksi Golkar dan PDIP terkait APBN 2021
Sri Mulyani menyerahkan tanggapan pemerintah atas pengesahan Undang-Undang APBN tahun 2021 kepada Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (29/9/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2021 menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021, Selasa (29/9).

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyampaikan ada beberapa catatan fraksi terkait dengan APBN 2021.

Pertama, fraksi partai Golkar berpendapat penurunan target perpajakan diperlukan untuk mendukung relaksasi perpajakan dalam rangka memberikan stimulus pada perekonomian serta antisipasi terhadap risiko shortfall penerimaan.

Untuk menghindari risiko shortfall lebih dalam, Golkar mendukung pemerintah untuk melakukan perluasan basis pajak pada sektor yang selama ini belum tersentuh seperti ekonomi digital serta sumber-sumber potensi penerimaan lainnya.

Baca Juga: Komisi X DPR setujui pagu anggaran Perpusnas tahun 2021 sebesar Rp 675,53 miliar

Said juga menyampaikan, fraksi PDIP berpendapat pemerintah perlu memperhatikan manajemen risiko fiskal atas permintaan pajak yang tidak dapat mencapai target agar dapat disertai dengan kebijakan penyesuaian belanja, sehingga tidak menambah pembiayaan melalui utang.

Selain itu, pemerintah musti memperkuat pelaksanaan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang ditunjukkan dengan kinerja output, outcome, dan result based, serta peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang meliputi kemudahan layanan, ketetapan waktu biaya yang terjangkau, responsive, dan akses yang mudah.

Sementara, pengendalian defisit 2021 yang menyangkut konsolidasi fiskal di tahun 2023, tetap harus memperhatikan prioritas pembangunan nasioal dan menjaga ruang fisklan dan keberlanjutan APBN.

Adapun dalam APBN 2021, pertumbuhan ekonomi ditaksir sebesar 5%, inflasi 3%, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp 14.600, dan tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,29%.

Baca Juga: Sah! Pemerintah tanggung bea masuk impor bagi perusahaan industri terdampak pandemi

Kemudian, lifting minyak mentah Indonesa sebanyak 705 ribu barel per hari dengan asumsi harga US$ 45 per barel. Sementara, lifting gas bumu dipatok sebesar 1.007 ribu barel setara minyak per hari.

Dengan asumsi dasar makro yang telah disepakati maka pendapatan negara dalam APBN 2021 sejumlah Rp 1.743,65 triliun yang terdiri dari pendapatan dalam negeri sebesar Rp 1.742,75 triliun dan penerimaan hibah senilai Rp 900 miliar.

Sementara belanja negara tahun depan sebesar Rp 2.750 triliun antara lain terdiri dari pelanja pemerintah pusat Rp 1.954,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD)  sebesar Rp 795,5 triliun.

Dengan demikian, defisit APBN 2021 sebesar 5,7% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp 1.006,38 triliun.

Adapun pembiayaan defisit 2021 akan bersumber dari pembiayaan utang Rp 1.177,35 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp 184,46 triliun, pemberian pinjaman Rp 450 miliar, kewajiban penjaminan negatif Rp 2,72 triliun, dan pembiayaan lainnya meliputi saldo anggaran lebih (SAL) senilai Rp 15,76 triliun.

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh negatif atau terkoreksi lagi di kuartal III

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun depan ekonomi diharapkan bisa pulih meski ketidakpastian masih menghantui. Terlebih risiko terjadinya gelombang kedua penyebaran Covid-19 di Amerika Serikat dan Uni Eropa.

“Resiko ketidakpastian ini musti dikelola dengan kehati-hatian tinggi agar dampak negatif dapat dimitigasi atau diminimalkan. Sehingga pemulihan nasional maupun pemulihan ekonomi dapat berjalan namun pasti,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna, Selasa (29/9).

Selanjutnya: BI sudah borong SBN Rp 183,48 triliun dalam skema burden sharing per 24 September

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×