Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat
Apabila kebijakan ini dijadikan solusi jangka pendek tanpa memperhatikan kurva pandemi corona, Fithra khawatir, dampaknya ke perekonomian akan jauh lebih negatif. Apalagi, jika pandemi ini menekan perekonomian sampai dengan bulan September. Bisa-bisa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level -0,8% atau lebih buruk.
Sebagai alternatif, Fithra menyarankan ke depannya akan jauh lebih baik apabila subsidi ini bisa dialihkan ke sektor yang jauh lebih produktif. Seperti stimulus industri untuk membayar gaji pegawai atau membayar beban utilitas yang memang dibutuhkan mereka dalam jangka pendek.
Kemudian, jika memungkinkan maka penurunan harga BBM ini dianjurkan agar dapat diimplementasikan secepat mungkin.
"Namun, yang paling efektif kalau penurunan BBM ini masuk di akhir kuartal II-2020, karena pada saat itu kita sudah melihat bahwa perekonomian sudah mulai bergerak dan pada saat itu pula industri punya insentif untuk beroperasi lagi," kata Fithra.
Jika dilihat lebih jauh, Fithra merasa pemberian subsidi ini tidak akan membebani pemerintah. Pasalnya, hal yang dibutuhkan untuk perekonomian saat ini adalah paket yang sifatnya counter cyclical berupa stimulus.
Ia menilai, stimulus ini kemudian akan berbalik lagi untuk perekonomian. Jadi yang paling penting sekarang adalah cara agar ekonomi dapat bangkit kembali.
Baca Juga: YLKI dorong harga BBM dan tarif listrik murah untuk dunia usaha di tengah pandemi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News