kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pakar Hukum Tata Negara Soroti Penerbitan Perppu Cipta Kerja


Jumat, 30 Desember 2022 / 19:08 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Soroti Penerbitan Perppu Cipta Kerja
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) bersiap menyampaikan konferensi pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (30/12/2022). Pakar Hukum Tata Negara Soroti Penerbitan Perppu Cipta Kerja.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Cipta Kerja. Perppu ini diterbitkan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konsititusi (MK) dan untuk mengantisipasi keadaan global pada tahun 2023.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, terbitnya Perppu Cipta Kerja menunjukkan bentuk sakitnya politik ketatanegaraan Indonesia. 

Sebab, sudah jelas dalam putusannya Mahkamah Konstitusi memerintahkan untuk memperbaiki undang undang dan bukan mengeluarkan Perppu. Apalagi Perppu itu juga disebutkan karena hal ihwal kegentingan memaksa. 

Baca Juga: Resmi, Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja, Ini Isinya

“Dalam putusan MK tidak tergambar ada hal ihwal kegentingan memaksa sehingga mereka memerintahkan diperbaiki 2 tahun,” ujar Feri saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (30/12). 

Feri menilai, terbitnya Perppu merupakan langkah pemerintah untuk menghindar dari tanggungjawab memperbaiki undang undang tersebut. Karena waktu masa perbaikan akan mencapai tenggat waktu pada tahun depan. Pemerintah tidak ingin undang undang tersebut dibatalkan dan menggunakan celah untuk kemudian memaksakan lahirnya Perppu. 

Feri menyebut, langkah yang diambil pemerintah merupakan pembodohan terhadap publik dan langkah inkonstitusional yang ngawur. Meski diterbitkan dalam bentuk Perppu, Feri mengatakan, Perppu Cipta Kerja tetap bisa digugat oleh pihak-pihak yang merasa kurang puas atas terbitnya Perppu tersebut.

“Bisa digugat pembentukan Perppu nya dan materi muatannya di Mahkamah Konstitusi. Juga bisa di-TUN (tata usaha negara) kan tindakan pemerintah yang abai terhadap administrasi yang benar dalam pembentukan undang undang ataupun perppu,” ucap Feri.

Baca Juga: Tindaklanjuti Putusan MK, Pemerintah Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur menilai penerbitan Perppu jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI. Hal ini juga merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.

Terbitnya Perppu semakin menunjukkan bahwa presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK. 

Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi.

YLBHI menyatakan, penerbitan Perppu jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa.

Baca Juga: UU Cipta Kerja jadi harapan pemulihan ekonomi nasional 2021

Sebab, perintah Mahkamah Konstitusi jelas bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perppu. Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal dalam penerbitan Perppu.

Alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi dimana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.

“Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis,” ujar Isnur.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×