kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Resmi, Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja, Ini Isinya


Jumat, 30 Desember 2022 / 16:14 WIB
Resmi, Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja, Ini Isinya
ILUSTRASI. Resmi, Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja, Ini Isinya


Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Simak isi singkat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Meski demikian, hingga Jumat (30/12) sore, pemerintah belum publikasikan naskah asli Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut.

Peluncuran Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (30/12/2022), dalam keterangan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham)  Edward Omar Sharif Hiariej, di Kantor Presiden, Jakarta. “Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 Desember 2022,” ujar Airlangga.

Airlangga menegaskan, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

“Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” ujar Airlangga.

Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Perpu No 2/2022 Pengganti UU Cipta Kerja, Ini Pokok-pokok Isinya

Di sisi geopolitik, dunia dihadapkan pada perang Ukraina-Rusia dan konflik lainnya yang juga belum selesai. “Dan pemerintah menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim,” imbuhnya.

Airlangga juga menyampaikan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. Di sisi lain, pemerintah terus berupaya untuk menjaring investasi sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi. 

Oleh karena itu, keberadaan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, termasuk bagi pelaku usaha. “Tahun depan karena kita sudah mengatur budget defisit kurang dari 3 persen dan ini mengandalkan kepada investasi. Jadi tahun depan investasi kita diminta ditargetkan Rp1.200 triliun. Oleh karena itu, ini menjadi penting, kepastian hukum untuk diadakan. Sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Airlangga menegaskan, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini sejalan dengan peraturan perundangan-undangan serta berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU-VII/2009.

Lebih lanjut Airlangga menyampaikan, Presiden Jokowi telah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait dengan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini. “Tadi Bapak Presiden telah berkonsultasi, sudah berbicara dengan Ketua DPR dan pada prinsipnya Ketua DPR sudah terinformasi mengenai Perppu tentang Cipta Kerja,” jelas Airlangga.

Isi singkat Perppu Cipta Kerja

Salah satu isi Perppu Cipta Kerja adalah tentang jam kerja, yakni di pasal 77. Dilansir dari Kompas.com, pasal 77 Perppu Cipta kerja mengatur bahwa pengusaha wajib mematuhi aturan mengenai waktu kerja, yakni 7 jam atau 8 jam.

"Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja," demikian bunyi Pasal 77 ayat (1).

"Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi; (a) tujuh jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau (b) delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu," bunyi Pasal 77 ayat (2).

Selanjutnya, Pasal 77 ayat (3) menjelaskan ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Namun, tak dijabarkan lebih lanjut sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dimaksud. Perppu Cipta Kerja menyebut bahwa hal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Berikutnya, Pasal 77 ayat (4) Perppu Cipta Kerja mengatakan bahwa pelaksanaan jam kerja bagi pekerja atau buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Lebih lanjut, jika perusahaan ingin mempekerjakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja, hal ini diatur dalam Pasal 78 Perppu Cipta Kerja.

Pasal 78 ayat (1) Perppu Cipta Kerja menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat di antaranya, ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan.

Kemudian, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 jam dalam satu hari dan 18 jam dalam 1 minggu. Ayat 2 pasal 78 menjelaskan bahwa "Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar Upah kerja lembur".

Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan besaran upah kerja lembur diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pembangkangan konstitusi

Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai sebagai pembangkangan terhadap konstitusi. Hal itu disampaikan Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa, seperti dilansir dari Kompas.com.

Menurut Viktor, Jokowi telah melakukan tindakan melawan hukum dan pembangkangan terhadap konstitusi dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
 "Tindakan ini adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas putusan MK. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Viktor kepada Kompas.com, Jumat siang.

Viktor menyatakan bahwa MK dalam putusannya mengamanatkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik. Bukannya menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah justru melakukan pembangkangan dan mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. "Sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, apabila dalam dua tahun atau sampai dengan 25 November 2023 tidak diperbaiki, maka akan inkonstitusional secara permanen," papar Viktor.

"Namun, ternyata pemerintah bukannya memanfaatkan dua tahun ini untuk memperbaiki tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu," tutur dia.

MK sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021 lalu. Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.

Itulah isi singkat Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Isi lengkap Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja masih harus menunggu publikasi resmi pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×