kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.296   -70,00   -0,43%
  • IDX 7.065   -110,75   -1,54%
  • KOMPAS100 1.025   -19,53   -1,87%
  • LQ45 796   -18,81   -2,31%
  • ISSI 225   -1,20   -0,53%
  • IDX30 416   -10,01   -2,35%
  • IDXHIDIV20 494   -14,82   -2,91%
  • IDX80 115   -2,20   -1,87%
  • IDXV30 119   -2,04   -1,69%
  • IDXQ30 136   -3,44   -2,46%

Pajak Hiburan Tetap Naik 40%-75%, GIPI Beberkan Dampaknya


Minggu, 05 Januari 2025 / 16:38 WIB
Pajak Hiburan Tetap Naik 40%-75%, GIPI Beberkan Dampaknya
ILUSTRASI. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO. GIPI menilai putusan MK terkait pajak tempat hiburan secara langsung akan berdampak pada industri hiburan.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75% atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam dan bar. Artinya, pengenaan tarif pajak tinggi untuk sektor jasa hiburan ini dipastikan tetap berlaku tahun ini. 

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani mengatakan putusan ini secara langsung akan berdampak pada industri hiburan yang terdampak kenaikan pungutan pajak ini. 

"Kemungkinan ada dua, banyak yang berguguran karena patuh membayar biaya itu (pajak 40%-75%) atau marak kolusi antara pelaku usaha dan aparat hukum," kata Hariyadi pada Kontan.co.id, Minggu (5/1). 

Hariyadi mengatakan pajak minimal 40% sangat memberatkan pelaku usaha di bidang hiburan diskotek, karaoke, kelab malam dan bar. 

Baca Juga: Cinema XXI Bagikan Dividen Interim Rp416,7 Miliar, Raih Pendapatan Rp4,3 Triliun

Dia juga mengatakan kenaikan ini secara langsung tidak bisa membuat bisnis di sektor ini lebih berkembang. Pasalnya, pelaku usaha juga tidak dapat menaikan biaya lebih tinggi yang dibebankan kepada konsumen. 

"Kalau dia (pengusaha) patuh, mau charge harga berapa untuk konsumen, apakah konsumen mau?," jelas Hariyadi. 

Lebih lanjut, Hariyadi mengaku pihaknya tak bisa mengajukan banding, apalagi keputusan uji materiil yang dikeluarkan MK merupakan keputusan final dan mengikat. 

Di lain sisi pengusaha juga tidak dapat berharap menuntut perubahan kepada pemerintah, mengingat kebijakan ini menyoal hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (HKPD). 

Menurutnya kebijakan yang juga memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah umumnya akan sulit terkontrol. Hal ini serupa dengan kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberikan kewenangan langsung pada daerah yang terus mengalami kenaikan. 

"Siapa yang mau kontrol kenaikan pajaknya, sekarang saja sudah banyak penjualan aset dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jadi tidak mencerminkan realitas pasar," jelasnya. 

"Pemda kan sebisanya (pajak) terus dinaikan, gak pakai mikir lagi beban gimana masyarakat nanti akan jadi beban beban baru untuk masyarakat," tambahnya. 

Baca Juga: Holywings Group Pertimbangkan IPO dan Ekspansi Besar-besaran ke Asia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×