kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.535.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.187   47,00   0,29%
  • IDX 7.075   -5,78   -0,08%
  • KOMPAS100 1.051   -3,75   -0,36%
  • LQ45 823   -3,66   -0,44%
  • ISSI 212   -0,34   -0,16%
  • IDX30 422   -2,48   -0,58%
  • IDXHIDIV20 503   -3,16   -0,62%
  • IDX80 120   -0,46   -0,38%
  • IDXV30 125   -0,05   -0,04%
  • IDXQ30 139   -0,76   -0,54%

Pajak Hiburan Tetap Naik 40%-75%, GIPI Beberkan Dampaknya


Minggu, 05 Januari 2025 / 16:38 WIB
Pajak Hiburan Tetap Naik 40%-75%, GIPI Beberkan Dampaknya
ILUSTRASI. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO. GIPI menilai putusan MK terkait pajak tempat hiburan secara langsung akan berdampak pada industri hiburan.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75% atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam dan bar. Artinya, pengenaan tarif pajak tinggi untuk sektor jasa hiburan ini dipastikan tetap berlaku tahun ini. 

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani mengatakan putusan ini secara langsung akan berdampak pada industri hiburan yang terdampak kenaikan pungutan pajak ini. 

"Kemungkinan ada dua, banyak yang berguguran karena patuh membayar biaya itu (pajak 40%-75%) atau marak kolusi antara pelaku usaha dan aparat hukum," kata Hariyadi pada Kontan.co.id, Minggu (5/1). 

Hariyadi mengatakan pajak minimal 40% sangat memberatkan pelaku usaha di bidang hiburan diskotek, karaoke, kelab malam dan bar. 

Baca Juga: Cinema XXI Bagikan Dividen Interim Rp416,7 Miliar, Raih Pendapatan Rp4,3 Triliun

Dia juga mengatakan kenaikan ini secara langsung tidak bisa membuat bisnis di sektor ini lebih berkembang. Pasalnya, pelaku usaha juga tidak dapat menaikan biaya lebih tinggi yang dibebankan kepada konsumen. 

"Kalau dia (pengusaha) patuh, mau charge harga berapa untuk konsumen, apakah konsumen mau?," jelas Hariyadi. 

Lebih lanjut, Hariyadi mengaku pihaknya tak bisa mengajukan banding, apalagi keputusan uji materiil yang dikeluarkan MK merupakan keputusan final dan mengikat. 

Di lain sisi pengusaha juga tidak dapat berharap menuntut perubahan kepada pemerintah, mengingat kebijakan ini menyoal hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (HKPD). 

Menurutnya kebijakan yang juga memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah umumnya akan sulit terkontrol. Hal ini serupa dengan kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberikan kewenangan langsung pada daerah yang terus mengalami kenaikan. 

"Siapa yang mau kontrol kenaikan pajaknya, sekarang saja sudah banyak penjualan aset dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jadi tidak mencerminkan realitas pasar," jelasnya. 

"Pemda kan sebisanya (pajak) terus dinaikan, gak pakai mikir lagi beban gimana masyarakat nanti akan jadi beban beban baru untuk masyarakat," tambahnya. 

Baca Juga: Holywings Group Pertimbangkan IPO dan Ekspansi Besar-besaran ke Asia

Selanjutnya: Hujan Sentimen Positif, Emiten Kesehatan Bakal Makin Sehat di 2025

Menarik Dibaca: Hujan Turun Sore dan Malam, Berikut Ramalan Cuaca Besok (6/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×