Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah akan menunda sementara penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan dukungannya terhadap penerapan pajak final sebesar 0,5% dari omzet bruto bagi merchant e-commerce yang masuk kategori wajib pajak.
Menurutnya, kebijakan ini penting untuk menciptakan kesetaraan antara pedagang luring dan daring.
"Bagi mereka yang mempunyai omzet tahunan Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar tentu harus membayar pajak, baik yang berjualan secara luring ataupun daring," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (29/9).
Baca Juga: Pemungutan Pajak E-Commerce Ditunda Sementara
Ia meyakini sekitar 90% pelaku usaha di e-commerce memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta sehingga tidak akan terdampak kebijakan tersebut.
Dari sisi penerimaan negara, Huda memperkirakan potensi tambahan pajak dari kebijakan ini hanya berkisar Rp 500 miliar hingga Rp 1,5 triliun.
"Jadi memang potensi penerimaan negaranya kecil, tapi yang pasti adalah harus ada kesetaraan peraturan antara pedagang luring dan daring," katanya.
Terkait penundaan penerapan PPh final untuk merchant e-commerce, Huda mengemukakan dua hipotesis.
Pertama, penundaan ini merupakan langkah pemerintah untuk mencari simpati publik.
"Pemerintah perlu kebijakan yang biayanya kecil (tidak sampai Rp 1,5 triliun) namun mempunyai citra positif. Ya, menunda penerapan pajak e-commerce ini menjadi pilihan rasional," katanya.
Baca Juga: Apa Komentar Penjual dan Netizen Terkait Wacana Pengenaan Pajak E-Commerce?
Hipotesis kedua, menurut Huda, adalah kesiapan sistem. Tantangan utama bagi marketplace terletak pada pemetaan pedagang dengan omzet di bawah Rp 500 juta atau di atasnya.
Saat ini, mekanisme masih bergantung pada surat pernyataan yang bersifat self-assessment. "Artinya memang ini sifatnya adalah self asessment dan akan sangat tergantung dari kesadaran pelaku usaha," terang Huda.
Huda menekankan bahwa tahun depan sistem perpajakan e-commerce harus sudah siap jika pemerintah ingin menerapkan pajak yang berkeadilan.
Untuk diketahui, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Pokok pengaturan dalam PMK 37/2025 mencakup mekanisme penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang (merchant) dalam negeri.
Dalam pelaksanaannya, merchant diwajibkan menyampaikan informasi kepada pihak marketplace sebagai dasar pemungutan. PMK ini juga mengatur tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%, yang dapat bersifat final maupun tidak final.
Lebih lanjut, PMK 37/2025 menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh unifikasi.
Baca Juga: E-Commerce Nasional Tetap Tumbuh, Tapi Momentum Semester II-2025 Bisa Melambat
PMK ini juga memuat ketentuan mengenai mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace atas transaksi yang dilakukan oleh merchant sesuai dengan dokumen invoice penjualan dan standar minimal data yang harus tercantum dalam invoice.
Selain itu, marketplace memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada DJP Kemenkeu.
Selanjutnya: Rupiah Diproyeksikan Masih Dalam Tren Pelemahan Hingga Akhir Tahun 2025
Menarik Dibaca: Ketika Si Kecil Rewel, Ini yang Harus Moms Lakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News