kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.320   -11,00   -0,07%
  • IDX 6.841   -28,44   -0,41%
  • KOMPAS100 989   -6,12   -0,62%
  • LQ45 761   -3,19   -0,42%
  • ISSI 222   -0,70   -0,31%
  • IDX30 392   -2,85   -0,72%
  • IDXHIDIV20 457   -4,78   -1,04%
  • IDX80 111   -0,50   -0,45%
  • IDXV30 113   -1,20   -1,05%
  • IDXQ30 127   -0,89   -0,69%

Pelapak E-Commerce dengan Omzet Rp 500 Juta-Rp 4,8 Miliar Akan Kena Pajak 0,5%


Rabu, 25 Juni 2025 / 09:10 WIB
Pelapak E-Commerce dengan Omzet Rp 500 Juta-Rp 4,8 Miliar Akan Kena Pajak 0,5%
ILUSTRASI. Dalam aturan baru itu, pemerintah mengharuskan platform e-commerce untuk memungut pajak atas penjualan penjual atau pelapak mereka.


Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia tengah menggodok peraturan baru pajak e-commerce. Dalam aturan baru itu nanti, pemerintah mengharuskan platform e-commerce untuk memungut pajak atas penjualan penjual atau pelapak mereka.

Pungutan pajak ini sebagai upaya pemerintah meningkatkan pendapatan, demikian dua sumber di industri e-commerce yang mendapat informasi tentang langkah tersebut dan sebuah dokumen yang dilihat oleh Reuters, Selasa (24/6).

Menurut sumber Reuters tersebut, dalam aturan baru nanti, platform e-commerce akan diminta untuk memotong dan meneruskan pembayaran pajak kepada otoritas pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan pelapak dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta dan Rp 4,8 miliar.

Ketentuan pungutan pajak oleh platform e-commerce ini juga untuk menyamakan kedudukan dengan toko fisik. Aturan baru ini rencananya akan diumumkan secepatnya bulan depan, kata salah satu sumber Reuters. Sebab, Indonesia tengah bergulat dengan lemahnya pengumpulan penerimaan pajak.

Perubahan tersebut akan memengaruhi operator e-commerce utama di Indonesia, termasuk TikTok Shop dan Tokopedia milik ByteDance, Shopee milik Sea Limited, Lazada yang didukung Alibaba, Blibli, dan Bukalapak.

Baca Juga: DJP Rancang Aturan Baru, Layanan Digital Ini Bakal Kena Pajak

Ditentang Platform E-commerce

Platform e-commerce menentang peraturan tersebut, dengan alasan hal itu dapat meningkatkan biaya administrasi dan mendorong penjual menjauh dari pasar daring, kata sumber tersebut, yang diberi pengarahan tentang rencana tersebut oleh otoritas pajak.

Indonesia memperkenalkan peraturan serupa pada akhir tahun 2018, yang mengharuskan semua operator e-commerce untuk membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan. Tetapi, pemerintah mencabutnya tiga bulan kemudian karena reaksi keras dari industri.

Sumber Reuters tersebut meminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum tentang masalah tersebut.

Kementerian Keuangan Indonesia, yang akan bertanggung jawab untuk mengeluarkan perintah tersebut, menolak berkomentar soal ini.

Asosiasi industri e-commerce Indonesia idEA tidak mengonfirmasi atau membantah rincian rencana tersebut. Namun, dikatakan bahwa kebijakan tersebut akan memengaruhi jutaan penjual jika diterapkan.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan negara turun 11,4% secara tahunan pada periode Januari hingga Mei menjadi Rp 995,3 triliun karena harga komoditas yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lemah, dan gangguan pada pengumpulan pajak yang disebabkan oleh peningkatan sistem pajak.

Sementara itu, industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat, dengan perkiraan nilai barang dagangan kotor tahun lalu sebesar US$ 65 miliar yang diperkirakan tumbuh menjadi US$ 150 miliar pada tahun 2030, menurut laporan oleh Google, investor negara Singapura Temasek, dan konsultan Bain & Co.

Baca Juga: Ditjen Pajak Rampungkan Aturan Baru Pajak Transaksi Digital, Ini Bocorannya!

Akan Ada Denda Juga

Sumber Reuters tersebut mengatakan bahwa berdasarkan aturan baru, platform e-commerce akan diminta untuk memotong dan meneruskan pajak kepada otoritas pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan dari penjual dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta dan Rp 4,8 miliar.

Penjual tersebut dianggap sebagai usaha kecil dan menengah dan sudah diharuskan membayar pajak tersebut secara langsung.

Salah satu sumber menambahkan bahwa ada juga denda yang diusulkan untuk keterlambatan pelaporan oleh platform e-commerce.

Komentar sumber tersebut diperkuat oleh isi presentasi resmi yang dibuat kantor pajak kepada operator yang dilihat oleh Reuters.

Selain biaya administrasi tambahan yang diharapkan, platform e-commerce menyatakan kekhawatiran bahwa sistem pajak saat ini, yang telah menghadapi masalah teknis setelah pemutakhiran pada awal tahun, akan kesulitan menangani jumlah data yang diminta kantor pajak untuk dibagikan oleh pasar.

Selanjutnya: IHSG Menguat pada Perdagangan Rabu (25/6) Pagi, GOTO, AMMN, INDF Top Gainers LQ45

Menarik Dibaca: Bank DBS Indonesia Luncurkan Blended Finance, Pendanaan Tanpa Jaminan Untuk UKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×