Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo menegaskan pemotongan pajak pokok daerah untuk menambal defisit Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan amanat dari Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Pertama, ada amanat UU bahwa 50% dari pajak rokok digunakan untuk hal pelayanan kesehatan," ungkap Presiden di Istana Negara, Rabu (19/9).
Adapun dalam Pasal 31 di UU tersebut disebutkan, penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Sehingga langkah pemerintah sebetulnya sudah sesuai dengan koridor yang ada. Apalagi kenyataannya, masih banyak daerah yang belum melakukan amanat ini. Dengan begitu, kebijakan pemerintah ini akan memaksa daerah untuk menerapkan hal tersebut.
Sekadar tahu saja, kebijakan ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden. Nantinya mekanisme besaran kontribusi itu ditetapkan 75% dari 50% penerimaan pajak rokok masing-masing daerah. Dana kontribusi ini akan langsung dipotong untuk dipindahbukukan ke dalam rekening BPJS Kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut soal kontribusi dan mekanisme pemotongan akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Presiden juga menambahkan, defisit BPJS Kesehatan ini memang harus ditangani. "Apapun namanya pelayanan kesehatan untuk masyarakat harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga defisit itu sebagian ditutup dari hasil pajak," tegas dia.
Maka itu, Presiden telah memerintahkan BPKP untuk mengaudit defisit yang ada. Presiden juga menampik pemotongan pajak rokok daerah ini akan membuat daerah tekor karena pendapatan asli daerah (PAD) akan berkurang.
Sebab, daerah juga akan menerima manfaat dari pelayanan kesehatan. "Kan bukan untuk pelayanan kesehatan di pusat, gimana sih?," tutup Presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News