Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Puluhan organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah segera melaksanakan aturan terkait perlindungan kesehatan publik. Salah satu aturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah No 28 Tentang Kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-undang No 17 tahun 2023.
Beleid yang sudah berlaku sejak 26 Juni 2024 lalu itu, hingga kini belum diberlakukan. Kelompok masyarakat sipil mengindikasikan, ada upaya dari pelaku industri yang bertentangan dengan prinsip kesehatan untuk mengagalkan pelaksanaan beleid tersebut.
“Perlu diwaspadai, adanya desakan dari pihak-pihak yang hanya memperhitungkan kepentingan bisnisnya dan berusaha melakukan intervensi kepada Pemerintah agar menunda bahkan membatalkan implementasi PP 28/2024 tanpa memikirkan dampaknya kepada kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat,” kata Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau dalam siaran pers, Jumat (28/2).
Diantara kebijakan kesehatan yang banyak diintervensi oleh pelaku industri itu adalah, kebijakan terkait pengamanan zat adiktif. Hasbullah bilang, jika perlindungan warga dan anak-anak dalam aturan pengamanan zat adiktif itu ditunda, maka warga dan anak-anak tersebut akan kecanduan. “Beleid ini untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dan masyarakat miskin yang terdampak dari konsumsi rokok yang masif di Indonesia,” kata Hasbullah.
Baca Juga: Komnas PT: Industri Rokok Sukses Ajak 3 Juta Anak Jadi Perokok
Hasbullah mengingatkan, aturan kesehatan tujuannya adalah untuk melindungi kesehatan publik bukan kesehatan isi kantong dari pelaku industri dan pengusaha. “Peraturan ini dirancang menjadi lebih kuat demi perlindungan masyarakat yang lebih baik dari bahaya produk tembakau dan rokok elektronik,” tambahnya.
Beberapa perubahan aturan yang semakin kuat yang diatur dalam PP No 28 Tahun 2024 itu adalah, adanya penguatan perlindungan masyarakat. Salah satunya, ukuran peringatan kesehatan bergambar lebih luas menjadi 50%, aturan pembatasan penjualan untuk menekan kemudahan akses, dan larangan iklan rokok di media sosial untuk menjauhkan anak-anak dan remaja terpapar iklannya.
Perlu diketahui, aturan terhadap pengendalian rokok yang penting dilakukan karena tingginya prevalensi perokok din Indonesia. Bahkan prevalensi perokok di Indonesia masih yang tertinggi di dunia. Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021, sebanyak 35,5% penduduk Indonesia adalah perokok.
Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia 2023 oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, dengan perokok usia pelajar 10-18 tahun sebesar 7,4%. Belanja rokok masyarakat memperburuk taraf sosial-ekonomi keluarga Indonesia, khususnya keluarga miskin.
Baca Juga: YLKI Minta Kominfo Tegas Tindak Pelanggaran Iklan Rokok di Internet
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, belanja rokok masih menjadi pengeluaran tertinggi rumah tangga miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9% di perkotaan dan 11,24% di pedesaan. Angka tersebut merupakan pengeluaran kedua terbesar setelah beras, serta lebih tinggi dari pengeluaran untuk protein seperti daging, telur, tempe, dan ikan.
Ditambah lagi, 1% peningkatan belanja rokok meningkatkan potensi kemiskinan rumah tangga sebesar 6% (Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, 2023). Di sisi lain, Indonesia menyongsong tercapainya Indonesia Emas 2045.
Namun, cita-cita ini akan terancam dengan lambatnya implementasi peraturan tersebut. “Kami mendesak Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto agar segera menerapkan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif dalam PP 28/2024 demi perlindungan anak-anak Indonesia,” ungkap Hasbullah.
Sumarjati Arjoso, Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia menambahkan, jangan sampai anak-anak Indonesia diracuni produk zat adiktif rokok yang dipromosikan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “PP 28/2024 adalah upaya meningkatkan kualitas generasi muda yang menjadi penerus pembangunan agar mereka tidak mengonsumsi produk zat adiktif, sehingga menjadi generasi yang produktif, hidup dalam lingkungan bersih dan terhindar dari berbagai penyakit akibat merokok,” kata Sumarjati.
Baca Juga: Gabungan Aktivis Nyalakan SOS Tanda Bahaya Hadapi Campur Tangan Industri Rokok
Pernyataan Sumarjati tersebut mewakili 33 organisasi masyarakat sipil yang diantaranya adalah; Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Center of Human and Development (CHED), Forum Warga Kota (FAKTA), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Yayasan Lentera Anak, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dan lainnya.
Selanjutnya: Mayoritas Cerah Berawan, Berikut Prakiraan Cuaca Papua Jumat (28/2) & Sabtu (1/3)
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 28 Februari-2 Maret 2025, Beli 2 Gratis 1 Teh Kotak 1 Liter
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News