Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bagian XXI tentang Pengamanan Zat Adiktif, yang mencakup Pasal 429 hingga 463 beserta aturan turunannya, mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri).
Dalam surat balasan bernomor B/0634PT.06/09/2024 tertanggal 25 September 2024, Sekretariat Jenderal DPR RI menyatakan bahwa surat Gappri terkait penolakan PP 28/2024 akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX DPR RI sesuai arahan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Gappri sebelumnya mengirimkan surat bernomor D.0837/P.GAPPRI/IX/2024 pada 3 September 2024 untuk menyampaikan penolakan terhadap PP tersebut.
Baca Juga: AMTI dan APCI Tolak Aturan Pengamanan Zat Adiktif di PP Kesehatan
Ketua Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), KH Sarmidi Husna, menilai bahwa perhatian Ketua DPR mencerminkan kepedulian terhadap dampak PP 28/2024, terutama pada sektor industri hasil tembakau nasional.
Ia berharap Komisi IX DPR RI dapat mereview peraturan tersebut dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Hasil kajian kami menunjukkan bahwa PP 28/2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi. Penyusunannya juga dinilai tidak partisipatif dan berpotensi merugikan ekosistem pertembakauan yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” ujar KH Sarmidi Husna dalam keterangannya, Senin (20/1/2025).
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, turut menyampaikan penolakan. Dalam surat terbuka kepada Menteri Kesehatan, Agus menilai PP 28/2024 dan aturan turunannya sebagai ancaman terhadap hak ekonomi petani tembakau.
Baca Juga: Gappri Sorot Regulasi Tentang Pengamanan Zat Adiktif, Berpotensi Hambat IHT
“Dalam lima tahun terakhir, berbagai regulasi terus menekan sektor pertembakauan. PP 28/2024 memperparah situasi ini, menyebabkan turunnya daya serap hasil panen oleh industri tembakau,” ungkap Agus.
Ia menambahkan bahwa implementasi aturan tersebut memunculkan kekhawatiran akan dampak negatif pada ekonomi sentra pertembakauan.
Agus juga menuding bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari agenda global yang melibatkan kelompok anti-tembakau untuk melemahkan petani lokal.
.
Selanjutnya: Trump's Crypto Token Surges to US$ 10.7 Billion Market Cap, Bitcoin Hits Record High
Menarik Dibaca: Hujan Turun di Daerah Mana? Ini Ramalan Cuaca Besok (21/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News