kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Operasional mulai 2020, produksi padi food estate diprediksi capai 150.000 ton


Kamis, 06 Agustus 2020 / 17:20 WIB
Operasional mulai 2020, produksi padi food estate diprediksi capai 150.000 ton
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kedua kanan), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (kedua kiri) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) memberikan keterangan kepa


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sedang mengembangkan kawasan food estate di Kalimantan Tengah. Sebagai tahap awal, akan dilakukan intensifikasi lahan di kawasan eks pengembangan lahan gambut (PLG) seluas 30.000 hektare (ha).

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pun berharap produktivitas padi di lahan tersebut bisa mencapai minimal 4 ton hingga 5 ton per hektare. Produktivitas ini didapatkan dengan menerapkan teknologi pertanian dan teknik budidaya yang tepat, yakni  penggunaan bibit unggul, pemupukan berimbang, dan pemanfaatan alat mesin pertanian (alsintan) serta dukungan sistem irigasi yang baik.

"Dari perhitungan yang ada, lahan tersebut setidaknya dapat menghasilkan sekitar 150.000 ton gabah kering panen (GKP), ini potensi yang cukup besar," ujar Syahrul kepada Kontan.co.id, Rabu (5/8).

Adapun, pengembangan food estate tahap awal ini berlokasi di Kapuas seluas 20.000 hektare dan di Pulang Pisau seluas 10.000 ha.

Baca Juga: Operasional food estate di Kalteng akan dimulai pada Oktober 2020

Menurut Syahrul, pengembangan food estate merupakan salah satu upaya untuk membangun ketahanan pangan khususnya memenuhi pangan 267 juta jiwa penduduk. Ditambah, peringatan dari Badan pangan Dunia (FAO) yang memprediksi kemungkinan krisis pangan dunia yang akan terjadi akibat Covid-19 . Menurutnya, ini menjadi salah satu perhatian pemerintah.

Dia juga mengatakan, nantinya pengembangan produksi pangan di food estate ini  akan dilakukan secara terintegrasi mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, bahkan peternakan.

"Hasil pangan dari pengembangan food estate ini diharapkan dapat berfungsi sebagai cadangan logistik strategis untuk pertahanan negara sekaligus sebagai pusat produksi cadangan pangan dari tanah negara, penyimpanan dan distribusi cadangan pangan ke seluruh Indonesia," jelas Syahrul.

Adapun, pengembangan food estate ini dilakukan dengan mengoptimalkan lahan eks PLG dan non eks PLG.  Dia memastikan, lokasi food estate yang berada di kawasan eks PLG merupakan kawasan aluvial, dimana terdapat lahan potensial sebesar 165.000 hektare. Dari lahan potensial tersebut, 85.500 hektare merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya.

Ditargetkan, program food estate dengan total luas 165.000 ha  bisa rampung pada 2022. Karena itulah, pengerjaannya dilakukan secara bertahap.

Lebih lanjut, Syahrul pun mengatakan, pengembangan food estate ini dilakukan dengan sinergi antara kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah. Bahkan, pengawasan dan pembiayaannya juga turut melibatkan swasta, BUMN hingga perguruan tinggi.

Dia menjelaskan, sinergi antara berbagai pihak tersebut mulai dari hulu, sistem on farm, sistem hilir hingga distribusi pasar. Tak hanya itu, ada pula upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan korporasi petani, peningkatan kapasitas dan diversifikasi produksi pangan, serta penataan kawasan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian.

Baca Juga: Ada 770.600 ha lahan tersedia untuk pertanian pangan di eks lahan gambut

Syahrul mengatakan, agar tidak kalah dengan pertanian di Pulau Jawa, penanganan pascapanen akan ditingkatkan dan pertanian modern akan dilakukan.

"Food estate berbasis korporasi merupakan investasi terintegrasi dari hulu ke hilir yang dampaknya akan cukup besar sebagai upaya meningkatkan produksi pangan bagi masyarakat Indonesia," kata Syahrul.

Dengan konsep yang matang dan sinergi yang ada, pembangunan food estate ini akan terlaksana dengan baik dan bisa mencapai target yang ditentukan. Dia juga optimistis program ini tidak akan gagal.

Menurutnya, Kalteng merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi besar di bidang pertanian. Beberapa di antaranya seperti  berhasil mengembangkan padi inbrida varietas unggul baru Inpari-42 dan padi hibrida SUPADI dan memproduksi jagung untuk kebutuhan nasional. Di tahun 2015, produksi jagung mencapai 8.940 ton pipilan kering dan meningkat menjadi 71.000-118.000 ton pipilan kering di 2019.

Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengatakan, pengembangan food estate ini merupakan salah satu strategi peningkatan produksi pangan dalam jangka menengah panjang.

Meski begitu, Khudori mengatakan, selama ini upaya pengembangan food estate belum pernah mencatat keberhasilan. Karena itu, dia pun mengatakan supaya proyek food estate kali ini harus didesain dengan hati-hati.

Menurutnya, perencanaan ini juga harus turut mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kesesuaian lahan dan iklim, menerapkan teknologi yang tepat, dan harus layak secara ekonomi dan sosial.

"Tidak ada salahnya melibatkan pihak-pihak yang pernah terlibat dalam proyek-proyek sebelumnya agar bisa ditemu-kenali apa masalahnya," ujar Khudori.

Khudori juga mengatakan, sebagai upaya menggenjot produksi pangan di jangka pendek, intensifikasi dan optimalisasi lahan eksisting adalah langkah yang paling tepat, namun untuk jangka menengah panjang dan adanya keharusan menghasilkan produksi aneka pangan, maka dibutuhkan perluasan lahan mengingat konversi lahan pertanian masih tetap besar hingga saat ini.

Baca Juga: Pengadaan beras Bulog sudah capai 850.000 ton di minggu keempat bulan Juli

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×