kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   0,00   0,00%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Omnibus law dinilai berpotensi merugikan jemaah haji dan umrah


Rabu, 26 Februari 2020 / 23:33 WIB
Omnibus law dinilai berpotensi merugikan jemaah haji dan umrah
ILUSTRASI. Masjidil Haram, Masjid al-Haram atau al-Masjid al-Haram adalah sebuah masjid yang berlokasi di pusat kota Mekkah, mekah, mecca macca yang dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah menyederhanakan izin investasi bagi investor di segala sektor mendapat sorotan. Regulasi sapu jagad ini bahkan dinilai berpotensi merugikan jemaah haji dan umrah.

Pengajar Hukum Bisnis Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj, mengatakan, salah satu yang sektor yang terdampak Omnibus Law adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UUPIHU) yang baru beberapa bulan lalu disahkan DPR. 

Baca Juga: Omnibus Law Perlonggar Izin Kawasan Hutan

"Muatan Omnibus Law terkait UUPIHU sangat berpotensi mengancam dan merugikan Jemaah haji dan umrah, pada saat yang sama begitu sangat mengistimewakan pelaku usaha," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (26/2).

Mustolih menerangkan, salah satu pasal yang cukup krusial adalah dalam urusan haji, ancaman pidana 10 tahun pada pasal 125 yang semula dikenakan kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang secara sengaja menyebabkan penelantaran, gagal memberangkatkan serta memulangkan Jemaah “dari” dan “ke” tanah suci, dalam RUU Omnibus Law dihapus diganti dengan sanksi adminsitarsi dan kewajiban mengembalikan biaya.

Hal yang sama juga akan diberlakukan terhadap Penyelenggara  Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)  ketentuan ancaman 10 tahun penjara sebagaimana termuat dalam pasal 126 bagi travel umrah yang menelantarkan, menyebabkan gagal berangkat dan memulangkan jemaah “dari” dan “ke” tanah  suci dikonversi menjadi sanksi adminsitarsi dan kewajiban mengembalikan uang. Sanksi pidana baru diberlakukan manakala travel tidak mematuhi kewajiban administrasi oleh regulator. 

Baca Juga: Omnibus law Cipta Kerja dinilai bisa sehatkan industri telekomunikasi, ini kata ATSI

Dicabutnya ancaman pidana terhadap PPIU dan PIHK tersebut dikhawatirkan akan kembali menyuburkan praktik bisnis nakal oknum-oknum travel karena pada saat yang sama perlindungan hukum terhadap jemaah haji dan umrah dilemahkan. 

Padahal, lanjut Mustolih, masih belum lama ingatan publik marah terhadap peristiwa dan tragedi memilukan ratusan ribu jemaah umrah gagal berangkat dan uangnya raib tidak kembali karena dikerjain beberapa travel nakal. Begitu pula dengan gagalnya ratusan Jemaah haji ke tanah suci yang hanya sampai di Pilipina. Dalam masalah tersebut pemerintah lepas tanggungjawab.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×