Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja. Aturan sapu jagat tersebut rencananya segera masuk tahap pembahasan dengan parlemen di DPR RI.
Dari puluhan peraturan perundang-undangan yang diubah melalui Omnibus Law tersebut, salah satunya ialah Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Perubahan terhadap UU Pers terdapat pada Bagian Kelima tentang Penyederhanaan Persyaratan Investasi pada Sektor Tertentu. Ada sejumlah pasal yang mengalami revisi.
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja dinilai menghapus upah minimum sektoral kabupaten/kota
Pertama, pemerintah mengubah ketentuan pasal 11 yang sebelumnya berbunyi: Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Menjadi: Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
Kedua, pemerintah memperberat sanksi denda bagi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers, serta melakukan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran seperti tertuang pada pasal 4 UU Pers
Sebelumnya pada pasal 18 UU Pers, sanksi pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. Dalam Omnibus Law, sanksi denda naik menjadi paling banyak Rp 2 miliar.
Namun di sisi lain, pemerintah juga memperberat sanksi terhadap perusahaan pers yang melanggar kewajiban sesuai pasal 5 UU Pers, yaitu kewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah, serta kewajiban melayani hak jawab.
Sanksi juga berlaku untuk perusahaan iklan yang telah diatur dilarang memuat iklan tertentu seperti pada pasal 13 UU Pers.
Baca Juga: Pesangon pekerja terancam hilang, KSPI tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Omnibus Law mengatur, perusahaan pers yang melanggar kewajiban dan ketentuan tersebut dipidana dengan denda paling banyak Rp 2 miliar, naik dari aturan sebelumnya paling banyak Rp 500 juta.
Sementara, perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat 2 serta pasal 12 UU Pers nantinya hanya akan dikenakan sanksi administratif. Sebelumnya, pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut dikenakan sanksi pidana denda maksimal Rp 100 juta.
Ketentuan pasal 9 ayat 2 tersebut mengharuskan setiap perusahaan pers berbentuk badan hukum Indonesia, sedangkan pasal 12 UU Pers mewajibkan perusahaan pers mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, termasuk nama dan alamat percetakan untuk perusahaan penerbitan pers.
Adapun, ketentuan mengenai jenis, besaran, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News